Rabu, 19 September 2012

Jurnal penelitian Kejadian TB-paru


FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEJADIAN
TB-paru USIA DIATAS 14 TAHUN DI WILAYAH KECAMATAN KEDATON KOTA BANDAR LAMPUNG

Siti Aminah

                                                             Abstrak

Kecamatan Kedaton  mempunyai kepadatan penduduk cukup tinggi, daerah pemukiman  cukup rapat dibandingkan dengan kecamatan lain di Kota Bandar Lampung. Jumlah penderita Tb paru 56 orang  data dari   puskesmas Kedaton .
Masalah penelitian ini apakah faktor lingkungan berpengaruh terhadap kejadian TB-paru. Tujuan penelitian mengetahui faktor lingkungan berpengaruh terhadap kejadian TB-paru Penelitian dilakukan  bulan November sampai dengan Desember 2009, desain studi analitik observasional dengan  kasus kontrol.
Hasil penelitian  semua variabel yang dteliti tidak ada yang berpengaruh terhadap kejadian TB-paru.karena p-value  lebih besar dari alpha 5 %. artinya faktor lingkungan tidak berpengaruh terhadap kejadian TB-paru usia diatas 14 tahun  di wilayah kecamatan Kedaton.

Kata kunci : Faktor yang berpengaruh, kejadian TB-paru

Kecamatan Kedaton kota Bandar Lampung merupakan kecamatan yang mempunyai kepadatan penduduk cukup tinggi dan daerah pemukiman yang cukup rapat dibandingkan dengan kecamatan lain di Kota Bandar Lampung. Data terahir jumlah penduduk di kecamatan Kedaton 45.409 jiwa, dengan jumlah penderita TB-paru 75 orang berdasarkan data dari wilayah kerja  tiga puskesmas Kedaton, Way Halim, dan Way Kandis sampai dengan bulan Juli 2009. ( Profil kesehatan prov.Lampung,2009 )

TB-paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa. Penderita TB-paru ketika batuk  atau bersin, dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernafas. Bila penderita batuk dan berhadapan dengan orang lain, kuman tersembur keluar dan terhisap kedalam paru orang sehat, dengan masa inkubasinya selama 3 – 6 bulan. 
Penularan penyakit TB-paru  adalah melalui udara yang tercemar oleh
Mycobacterium tuberkulosa yang dikeluarkan oleh penderita TB Paru saat batuk, pada anak-anak umumnya sumber infeksi berasal dari orang dewasa yang menderita TB paru.
   Di Indonesia hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2001 menunjukkan bahwa penyakit TB Paru merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah penyakit kardiovasculer dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok umur, dan  nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi.

Sekitar 75 % penderita Tb paru adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis ( 15-50 tahun ). Diperkirakan seorang penderita Tb paru dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 – 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20 – 30 %. Jika ia meninggal akibat Tb paru, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun selain merugikan secara ekomonis, penyakit Tb paru  juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.  ( WHO,2004 )
    Penyakit Tb-paru tidak hanya merupakan persoalan individu tetapi sudah merupakan persoalan masyarakat. Kesakitan dan kematian mempunyai konsekuensi yang signifikan terhadap permasalahan ekonomi baik individu, keluarga, masyarakat, perusahaan dan negara. Lingkungan adalah segala sesuatu baik fisik, biologi, maupun sosial yang berada di sekitar manusia serta pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan manusia ( Lennihan dan Fletter, 1989 )
4. Lingkungan Rumah
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host (pejamu) baik benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua elemen-elemen termasuk host yang lain. Faktor lingkungan memegang peranan penting dalam penularan, terutama lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya.( Notoatmodjo, S, 2003)
Adapun syarat-syarat yang dipenuhi oleh rumah sehat secara fisiologis yang berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis paru antara lain :
a. Kepadatan Penghuni Rumah
Ukuran luas ruangan suatu rumah erat kaitannya dengan kejadian tuberkulosis paru. Disamping itu Asosiasi Pencegahan Tuberkulosis Paru Bradbury mendapat kesimpulan secara statistik bahwa kejadian tuberkulosis paru paling besar diakibatkan oleh keadaan rumah yang tidak memenuhi syarat pada luas ruangannya.( Smith P.G dan Moss A.R,1994 )
Semakin padat penghuni rumah akan semakin cepat pula udara di dalam rumah tersebut mengalami pencemaran. Karena jumlah penghuni yang semakin banyak akan ber pengaruh terhadap kadar oksigen dalam ruangan tersebut, begitu juga kadar uap air dan suhu udaranya.
Dengan meningkatnya kadar CO2 di udara dalam rumah, maka akan memberi kesempatan  tumbuh dan berkembang biak lebih bagi Mycobacterium tuberculosis. Dengan demikian akan semakin banyak kuman yang terhisap oleh penghuni rumah melalui saluran pernafasan.
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia kepadatan penghuni diketahui dengan membandingkan luas lantai rumah dengan jumlah penghuni, dengan ketentuan untuk daerah perkotaan 6 m² perorang daerah pedesaan 10 m² per orang.
b. Kelembaban Rumah
Kelembaban udara dalam rumah minimal 40% – 70 % dan suhu ruangan yang ideal antara 180C – 300C.22) Bila kondisi suhu ruangan tidak optimal, misalnya terlalu panas akan berdampak pada cepat lelahnya saat bekerja dan tidak cocoknya untuk istirahat. Sebaliknya, bila kondisinya terlalu dingin akan tidak menyenangkan dan pada orangorang
tertentu dapat menimbulkan alergi. ( DepKes R.I,1994 )
 Hal ini perlu diperhatikan karena kelembaban dalam rumah akan mempermudah
berkembangbiaknya mikroorganisme antara lain bakteri spiroket, ricketsia dan virus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara ,selain itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering seingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Kelembaban udara yang
meningkat merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri termasuk bakteri tuberkulosis.( Azwar A, 1995 )
Untuk mengatasi kelembaban, maka perhatikan kondisi drainase atau saluran air di sekeliling rumah, lantai harus kedap air, sambungan pondasi dengan dinding harus kedap air, atap tidak bocor dan tersedia ventilasi yang cukup.
c. Ventilasi
Jendela dan lubang ventilasi selain sebagai tempat keluar masuknya udara juga sebagai lubang pencahayaan dari luar, menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Menurut indikator pengawasan rumah , luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah ≥ 10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat
kesehatan adalah < 10%luas lantai rumah. Luas ventilasi rumah yang <
10% dari luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksien dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya.( DepKes RI,1994 )
Disamping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dai kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan yan tinggi akam menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembangbiaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman tuberkulosis. ( Azwar,1995)
Tidak adanya ventilasi yang baik pada suatu ruangan makin membahayakan kesehatan atau kehidupan, jika dalam ruangan tersebut terjadi pencemaran oleh bakteri seperti oleh penderita tuberkulosis atau berbagai zat kimia organik atau anorganik. Ventilasi berfungsi juga untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri, terutama bakteri patogen seperti tuberkulosis, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Selain itu, luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terhalangnya prosespertukaran udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman tuberkulosis yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernafasan. (DepKes R.I,1994)
d. Pencahayaan Sinar Matahari
Cahaya matahari selain berguna untuk menerangi ruang juga mempunyai daya untuk membunuh bakteri. Hal ini telah dibuktikan oleh Robert Koch (1843-1910).
Sinar matahari dapat dimanfaatkan untuk pencegahan penyakit tuberkulosis paru, dengan mengusahakan masuknya sinar matahari pagi kedalam rumah. Cahaya matahari masuk ke dalam rumah melalui jendela atau genteng kaca. Diutamakan sinar matahari pagi mengandung sinar ultraviolet yang dapat mematikan kuman (Depkes RI, 1994).
Kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup bertahun-tahun lamanya, dan mati bila terkena sinar matahari , sabun, lisol, karbol dan panas api.
Rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai resiko menderita tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan dengan rumah yang dimasuki sinar matahari.(Atmosukarso, Sri Soewati,2000)
d. Lantai rumah
Komponen yang harus dipenuhi rumah sehat memiliki lantai kedap air dan tidak lembab. Jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian Tb-paru , melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah cenderung menimbulkan kelembaban, pada musim panas lantai menjadi kering sehingga dapat menimbulkan debu yang berbahaya bagi penghuninya.
g. Dinding
Dinding berfungsi sebagai pelindung, baik dari gangguan hujan maupun angin serta melindungi dari pengaruh panas dan debu dari luar serta menjaga kerahasiaan (privacy) penghuninya. Beberapa bahan pembuat dinding adalah dari kayu, bambu, pasangan batu bata atau batu dan sebagainya. Tetapi dari beberapa bahan tersebut yang paling baik
adalah pasangan batu bata atau tembok (permanen) yang tidak mudah terbakar dan kedap air sehingga mudah dibersihkan.
Untuk terpapar pada penyakit TB-paru seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor
        antara lain :
1.        Sosial ekonomi
Keadaan rumah,kepadatan hunian, lingkungan rumah, lingkungan  dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat memudahkan penularan TB paru. Pendapatan keluarga yang kecil mengakibatkan orang tidak dapat hidup layak dan memenuhi syarat-syarat kesehatan.
2.        Status gizi
Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lain-lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap    penyakit termasuk TB paru, keadaan ini merupakan factor penting baik pada orang dewasa maupun pada anak-anak.
3.        Umur
Penyakit TB paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif ( 15-50) tahun. Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut > 55 tahun system imonologis seseorang menurun , sehinggga sangat rentan dengan berbagai penyakit, termasuk penyakit TB paru.
4.        Jenis kelamin
Penyakit TB paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan, menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar satu juta perempuan yang meninggal akibat TB paru. Dapat disimpulkan bahwa kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh TB paru dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok dan minum alcohol sehingga menurunkan system pertahanan tubuh, sehingga lebih muda terpapar dengan agent penyebab TB paru. (Aditama,2000)

    Hasil penelitian Atmosukarto, Litbang Kesehatan,2000 didapatkan data bahwa rumah tangga yang penderitanya mempunyai kebiasaan tidur dengan balita mempunyai resiko tertular 2,8 kali dibandingkan dengan tidur terpisah.
Besar resiko terjadinya penularan untuk rumah tangga dengan penderita lebih dari satu orang adalah 4 kali dibanding dengan hanya  satu orang penderita
    Hasil penelitian Anwar Musadad, 2002 menunjukkan angka kejadian TB paru di rumah tangga sebesar 13,0 % (33 kasus). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penularan TB paru adalah keberadaan penderita lebih dari 1 orang dalam rumah. Besar resiko terjadi penularan untuk untuk rumah tangga dengan 1 orang penderita adalah 4 kali dibanding rumah tangga dengan hanya 1 penderita ( OR=3,99); rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai resiko 3,7 kali di banding rumah yang dimasuki sinar matahari ( OR=3,71) dan rumah tangga yang mempunyai kebiasaan tidur dengan balita mempunyai resiko 2,8 kali dibanding yang tidur terpisah (OR=2,79).
    Hasil penelitian Ikeu Nurhidayah, dkk, 2007 menunjukkan kelembaban rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan menimbulkan resiko terjadinya tuberculosis pada anak sebesar 18,57 kali jika dibandingkan rumah yang memenuhi syarat kesehatan. Sub variable lain yang beresiko menimbulkan penyakit  tuberculosis pada anak jika tidak memenuhi syarat kesehatan adalah kepadatan penghuni, luas ventilasi rumah dan pencahayaan rumah, masing-masing sebesar 14 kali, 3,67 kali dan 5,85 kali jika dibandingkan dengan yang memenuhi syarat kesehatan.
    Hasil penelitian Tri Suwantatik, 2002 menunjukkan ada hubungan antara pendidikan ibu, pendidikan ayah, status pekerjaan ibu, jumlah balita dalam  1 keluarga, riwayat kontak, pencahayaan alami dalam rumah dan pengetahuan ibu tentang TB dengan kejadian TB paru primer pada anak. 

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dengan desain studi Analitik observasional dengan pendekatan      Kasus kontrol untuk mengetahui faktor-faktor  yang berpengaruh terhadap kejadian TB-paru usia diatas 14 tahun di Wilayah kecamatan Kedaton Kota Bandar Lampung.


Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah kasus kontrol ,dengan cara  Observasi orang yang       terpapar dan orang yang tidak terpapar dengan penyakit  TB paru dalam waktu yang sama. Kemudian ingin mengetahui faktor-faktor resiko kepadatan hunian, ventilasi, pencahayaan yang paling kuat mempengaruhi terpapar dengan penyakit TB paru.
Sumber Data
Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu dua bulan November s/d Desember 2009     Di wilayah Kecamatan Kedaton  Kota Bandar Lampung.

Populasi dan Sampel
Populasi
Seluruh pasien yang berobat ke puskesmas Kedaton di wilayah kecamatan Kedaton Kota Bandar Lampung
Sampel
Seluruh pasien yang berobat ke Puskesmas Kedaton di wilayah kecamatan Kedaton yang  memenuhi kriteria kasus kontrol
Kriteria Sampel
Kriteria kasus dan kontrol :
Kasus adalah :
Pasien yang berobat kepuskesmas berdasarkan gejala klinik  batuk berdahak selama 2 – 3 minggu atau lebih dahak diikuti dengan bercampur darah , sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan dan hasil pemeriksaan laboratorium BTA (+). ( Depkes R.I,2008 )
Kriteria Inklusi :
Menempati rumah lebih dari 6 bulan  dari sejak didiagnosa menderita TB paru.
Bersedia menjadi subjek penelitian.
Kriteria Eksklusi :
Penderita yang tinggal di wilayah kecamatan Kedaton.
Kontrol adalah :
tetangga kasus berdasarkan gejala tidak menderita TB paru.
Kriteria Inklusi :
Menempati rumah lebih dari 6 bulan, bertetangga dengan kasus.
Bersedia menjadi subjek penelitian.
Kriteria Eksklusi :
Penduduk yang tinggal di wilayah kecamatan Kedaton
Besar Sampel :
Berdasarkan data dari Puskesmas kedaton sampai dengan bulan Juli 2009 jumlah penderita TB paru 56 orang, Seluruh populasi  penderita TB paru akan dijadikan sampel.
Cara pengambilan Sampel
Kasus
Membuat daftar penderita TB-paru yang ada di Puskesmas Kedaton
Melakukan prosedur sistematika random sampling. Diperoleh jumlah penderita TB-paru 20 orang.
Kontrol
Pengambilan kontrol dilakukan dengan cara mencari 20 orang tetangga yang tidak
Menderita TB-paru,  bersedia dijadikan subjek penelitian dengan cara mencatat seluruh nama,  disebelah kanan, belakang, kiri, depan rumah kasus

Teknik Pengumpulan Data
Sumber data
Data Primer :
diperoleh dengan melakukan wawancara dengan  menggunakan kuesioner, observasi dan pengukuran langsung pada responden dan lingkungan fisik rumah.
data sekunder : diperoleh dari register  dari puskesmas Kedaton.

Teknik Pengolahan Data
Editing : Pemeriksaan lengkap dan ketepatan
Coding : Memberi kode dengan angka yang telah ditetapkan sebelumnya.
Entry   : diolah dengan program komputer.


Teknik Analisis Data
Dengan  univariat, bivariat dan multivariat.
Univariat :
Dilakukan untuk memperoleh distribusi frequensi masing-masing variable.Data 
disajikan dalam bentuk tabel.
Bivariat :
Bertujuan untuk mengetahui hubungan antar variable. Untuk uji statistik yang dipakai menggunakan uji Chi square karena datanya katagori untuk melihat hubungan antara  variable terikat dengan variable bebas.
Multivariat :
Untuk melihat hubungan lebih dari dua variable bebas dengan variable terikat pada tahap ini digunakan Analisis Regresi logistik . Dengan analisis regresi logistik dapat diketahui  Odds Ratio (OR) yang merupakan besarnya pengaruh variable bebas terhadap variable terikat. ( Mickey dan Greenland,1989 )

HASIL PENELITIAN
Setelah dilakukan penelitian Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian TB paru pada usia diatas 14 tahun diwilayah kecamatan Kedaton kota Bandar Lampung dengan variabel yang diamati sebagai berikut :
Tabel 5.1.1
Distribusi Responden   faktor-faktor  yang berpengaruh terhadap kejadian TB-paru usia diatas 14 tahun diwilayah kecamatan Kedaton
kota Bandar Lampung
VARIABEL
Mean
SD
Minimal-maksimal
Usia responden
36,83

18 - 67
Jumlah Penghuni rumah
6

3 – 10
Kepadatan hunian dalam 1 kamar
20

15 - 25
Luas rumah dalam m2
63,05
14,340
42 – 108
Luas ventilasi rumah
1,26
0,3874
0,85 – 3,33
Luas kamar tidur dalam m2
7,33

6 – 12
Luas ventilasi kamar tidur dalam m2
1,03
0,2975
0,45 – 1,5
Pencahayaan dalam satuan lux
122,8675
88,4199
40 – 496,75
Kelembaban rumah dalam %
52,89
20,51
20 – 81,75
Penghasilan/bulan dalam Rp
710.000
212192,46
500.000 – 1.500.000
Jumlah
40

100

Dari 40 orang responden usia termuda 18 tahun dan tertua 67 tahun. Jumlah penghuni dalam satu rumah dengan rata-rata dihuni 6 orang, rumah dengan penghuni paling sedikit 3 orang dan paling banyak 10 orang.Kepadatan hunian dalam satu kamar rata-rata padat dalam satu kamar sejumlah 20 kamar, dengan kepadatan paling sedikit 5 kamar dan paling banyak 25 kamar. Luas rumah dalam m2 terkecil 42 m2 dan terbesar 108 m2 rata-rata luas rumah 63,05 m2 . Luas kamar tidur dalam m2 terkecil 6 m2 terbesar 12 m2  rata-rata luas kamar tidur Luas ventilasi kamar tidur terkecil 0,45 m2 dan terbesar 1,5 m2. Luas rata-rata 1,03 m2 luas ventilasi rumah terkecil 0,85 m2 dan terbesar 3,33 m2. , luas rata-rata 1,25 m2 Intensitas pencahayaan dalam rumah rata-rata : 122,86 lux  terendah  40 lux tertinggi  496,75 lux, rata-rata 122,86 lux. Kelembaban rumah terendah  20 % RH kelembaban tertinggi  81,75 % RH, rata-rata Kelembaban rumah  52,89 % RH. Penghasilan/bulan  dari 40 responden responden, rata-rata berpenghasilan Rp.710.000,- dengan penghasilan terendah Rp.500.000,- dan penghasilan tertinggi Rp.1.500.000,-. 





Tabel 5.1.2
Distribusi frekuensi faktor-faktor  yang berpengaruh terhadap kejadian TB-paru usia diatas 14 tahun diwilayah kecamatan Kedaton kota Bandar Lampung
Variabel
Kejadian TB-paru
Kasus
Kontrol
Frekuensi
%
Frekuensi
%
Jumlah responden
20
50
20
50
Tingkat Pendidikan
SD
SMP
SMA
Perguruan tinggi

5
8
7
0

12,5
      20
17,5
0

5
6
7
2

12,5
15
17,5
5
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan

13
7

32,5
17,5

13
7

32,5
17,5
Luas rumah
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat

15
5

37,5
12,5

8
12

20
30
Luas ventilasi rumah
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat

0
20

0
50

0
20

0
20
Luas kamar tidur
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat

8
12

20
30

10
10

25
25
Luas ventilasi kamar tidur
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat

16
4

40
10

10
10

25
25
Kepadatan sekamar tidur
Padat
Tidak padat

15
5

37,5
12,5

10
10

25
25
Pencahayaan ruangan
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat

18
2

45
5

16
4

40
10
Kelembaban rumah
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat

7
13

17,5
32,5

5
15

12,5
37,5
Jenis pekerjaan
Ibu rumah tangga
PNS
Wiraswasta
Buruh
Lain-lain

6
0
6
7
1

     15
  0
     15
17,5
2,5

7
1
6
3
3

17,5
2,5
15
3,5
7,5
Bapak merokok
Merokok
Tidak merokok

19
1

47,5
2,5

18
2

45
5
Perokok
Perokok aktif
Bukan perokok aktif

12
8

30
20

9
11

22,5
27,5
JUMLAH
20
50
20
50
Dari sejumlah 20 responden kasus ataupun kontrol diperoleh hasil, untuk  tingkat pendidikan SD sampai SMA, terdistribusi  hampir sama jumlahnya berkisar 12,5 % - 17,5 %. Kecuali responden kontrol ada yang tingkat pendidikannya sampai perguruan tinggi sebesar 5 %. Jenis kelamin responden kasus maupun kontrol sama, untuk laki-laki 32,5 % dan perempuan 17,5 %. Luas rumah untuk responden kasus yang memenuhi syarat 37,5 %, sedangkan yang tidak memenuhi syarat 12,5 %. Untuk responden kontrol 20 % yang memenuhi syarat, dan 30 % tidak memenuhi syarat. Luas ventilasi rumah, seluruh responden  kasus maupun kontrol tidak memenuhi syaratberdasarkan Kepmenkes no 829/Menkes/SK/VII/1999 sebesar 50 %. Luas kamar tidur untuk kasus yang memenuhi syarat 20 % dan yang tidak memenuhi syarat 30 %. Untuk kontrol, baik yang memenuhi syarat ataupun jumlahnya sama banyak yaitu 25 %.
Luas ventilasi kamar tidur untuk kasus yang memenuhi syarat 40 % dan yang tidak memenuhi syarat 40 %. Responden kontrol jumlahnya sama banyak antara yang memenuhi syarat dan tidak yaitu sebesar 25 %. Pencahayaan ruangan untuk kasus yang memenuhi syarat 45 %, yang tidak memenuhi syarat 5 %. Untuk kontrol yang memenuhi syarat 40 % dan yang tidak memenuhi syarat 10 %.
Kelembaban rumah untuk kasus yang memenuhi syarat 17,5 % sedang kan yang tidak memenuhi syarat 32,5 %. Untuk respondesn kontrol yang memenuhi syarat 12,5 % dan yang tidak  tidakmemenuhi syarat 37,5 %. Jenis pekerjaan responden untuk kasus yang paling banyak bekerja sebagai buruh 17,5 % dan ibu rumah tangga 15 %. Sedangkan untuk kontrol ibu rumah tangga yang paling banyak yaitu 17,5 %, kemudian  bapak yang merokok didalam rumah untuk kasus sejumlah 47,5 % untuk kontrol 45 %. Dan perokok aktif untuk kasus 30 % untuk kontrol 22,5 %.  
b. Analisis Bivariat :
Dari hasil uji Bivariat semua variabel yang diteliti tidak ada yang berpengaruh terhadap kejadian TB-paru. Karena p-value  lebih besar dari alpha 5 %.
Berarti Ho gagal tolak artinya tidak ada pengaruh kejadian TB-paru usia diatas 14 tahun  di wilayah kecamatan Kedaton terhadap faktor-faktor  hunian padat, kepadatan sekamar tidur, luas ventilasi rumah, luas ventilasi kamar tidur, intensitas cahaya dalam rumah, kelembaban udara dalam rumah, perokok aktif, pendidikan, pekerjaaan, penghasilan kepala keluarga.

PEMBAHASAN
Keterbatasan penelitian
Karena keterbatasan waktu dan dana sehingga wilayah penelitian hanya 1 kecamatan Kedaton saja.  Data alamat penderita TB-paru dari puskesmas kedaton yang dijadikan responden kasus tidak semuanya sesuai. Sehingga banyak responden kasus yang drop out menyebabkan hanya 20 orang responden kasus yang bisa diteliti.
Berdasarkan hasil  dalam penelitian ini, didapatkan tidak ada pengaruh dari semua variabel yang diteliti. Tetapi ada beberapa variabel yang tidak memenuhi syarat jumlah lebihnya lebih tinggi dibandingkan  yang memenuhi syarat berdasarkan Kepmenkes no 829/Menkes/SK/VII/1999 antara lain :
 Luas kamar tidur yang tidak memenuhi syarat untuk responden kasus 30 % sedangkan untuk kontrol 25 %. Walaupun dalam 1 kamar tidak dihuni lebih dari 2 orang, tetapi kamar tidurnya sempit.
Kelembaban rumah yang tidak memenuhi syarat 32,5 % untuk kasus dan 37,5 % untuk kontrol. kelembaban dalam rumah akan mempermudah berkembangbiaknya mikroorganisme antara lain bakteri spiroket, ricketsia dan virus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara ,selain itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Kelembaban ruangan yan tinggi akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembangbiaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman tuberkulosis. ( Azwar,1995)
Jumlah responden kasus yang bapak atau respondennya merokok 47,5 %, sedangkan untuk kontrol sebesar 45 % hal ini dapat menyebabkan menurunnya system pertahanan tubuh, sehingga lebih muda terpapar dengan agent penyebab TB paru. ( Arifin, N 1990 ) Responden kasus yang merupakan perokok aktif sejumlah 30 %, hal ini dapat menyebabkan semakin lamanya waktu pengobatan dengan waktu penyembuhan yang semakin panjang dan tidak dapat menutup kemungkinan semakin luas pula penularan penyakitnya.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh antara variabel hunian padat, kepadatan sekamar tidur, luas ventilasi rumah, luas ventilasi kamar tidur, intensitas cahaya dalam rumah, kelembaban udara dalam rumah, perokok Aktif, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan kepala keluarga dengan kejadian Tb-paru usia diatas 14 tahun diwilayah kecamatan Kedaton Kota bandar Lampung. Artinya   karekteristik lingkungan rumah tidak ada pengaruhnya terhadap kejadian TB-paru diwilayah kecamatan Kedaton kota Bandar Lampung

SARAN
Perlu dilakukan penyuluhan tentang bahaya merokok, khusus penderita TB-paru yang tetap sebagai perokok aktif oleh petugas kesehatan puskesmas Kedaton. 
Perlu dilakukan penelitian serupa dengan cara memperluas wilayah penelitian dan menambah jumlah responden kasus.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T. 2000. Tuberkulosis: Diagnosis, Tatalaksana dan Masalahnya. Jakarta: UI
Press.

Atmosukarto, Sri Soewati, 2000, Pengaruh Lingkungan Pemukiman dalam Penyebaran     
Tuberkulosis, Jakarta, Media Litbang Kesehatan, Vol 9

Azwar A, 1995, Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Mutiara , Jakarta

Bambang Supriyanto,makalah Tuberculosis anak,2006 Jakarta

Departemen Kesehatan RI, 1994, Pengawasan Kualitas Kesehatan Lingkungan dan  
Pemukiman, Dirjen P2M & PLP, Jakarta

Depkes RI, Pedoman nasional penanggulangan Tuberkulosis edisi 2 cetakan 2 2008

Fletcher,1992.Sari epidemiologi klinik. Yogyakarta: Gajahmada University press

Jawetz,Melnick & Adelberg, Mikrobiologi Kedokteran, 1995

 Keman, Soedjajadi, 2005, Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman, Journal
Kesehatan Lingkungan , Vol. 2, No. 1, Juli 2005

Kusnindar, Masalah penyakit tuberculosis dan pemberantasannya di Indonesia,
Cerminan dunia kedokteran,1990.

Lennihan dan Fletter, 1989. Health and Environment.San Fransisco: Academic Press
Penyakit Tuberkulosis, pusat informasi penyakit infeksi

Notoatmodjo, S, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar,Jakarta
Rineka Cipta

Smith P.G. dan Moss A. R. , 1994, Epidemiology of Tuberculosis Patoghenesis,
Protection and control, ASM Press, Washington DC
Widoyono, 2008, Penyakit tropis Epidemiologi,penularan, pencegahan, dan
 pemberantasannya, Erlangga, Jakarta


















































16. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1994, Pengawasan kualitas
Kesehatan Lingkungan dan Pemukiman, Dirjen P2M & PLP, Jakarta
17. Aspek Tehnis dalam Penyehatan Rumah, http : //miqra lingkungan blospot .
com/2007
18. Departemen Pekerjaan Umum, 1986, Pedoman Tehnik Pembangunan
Perumahan Sederhana Tidak Bersusun, Keputusan Menteri Pekerjaan
Umum, No. 20/kprs/1986, Jakarta
19. Notoatmodjo, S, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar,
Jakarta: Rineka Cipta
20. Azwar A, 1995, Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Mutiara , Jakarta
21. Smith P.G. dan Moss A. R. , 1994, Epidemiology of Tuberculosis
Patoghenesis, Protection and control, ASM Press, Washington DC
22. Keman, Soedjajadi, 2005, Kesehatan Perumahan dan Lingkungan
Pemukiman, Journal Kesehatan Lingkungan , Vol. 2, No. 1, Juli 2005
23. Departemen Kesehatan RI, 1994, Pengawasan Kualitas Kesehatan
Lingkungan dan Pemukiman, Dirjen P2M & PLP, Jakarta
24. Departemen Kesehatan RI, 1989, Pengawasan Penyehatan Lingkungan
Pemukiman, Jakarta
25. Atmosukarto, Sri Soewati, 2000, Pengaruh Lingkungan Pemukiman dalam
Penyebaran Tuberkulosis, Jakarta, Media Litbang Kesehatan, Vol 9