PICTURE QUALITY CONDITIONS AND
PREPARATIONS sputum smear in diagnosis of TB-LUNG DISEASE IN CITY AIRPORT
PUSKESMAS LAMPUNG YEAR 2011
Siti Aminah, Mimi Sugiarti
aminahkurun@ymail.com mimi_misran@co.id
Siti Aminah, Mimi Sugiarti
aminahkurun@ymail.com mimi_misran@co.id
In improving the diagnostic accuracy of pulmonary TB in microscopic diagnoses the need for uniformity and accuracy of test results. Until now PRM clinic (referral center microscopic) has worked as a vanguard for examination preparation (slide) smear, without ever doing surveillance of the quality and uniformity of the quality of the results of the examination preparate sputum (phlegm)-pulmonary TB patients, except by way of test cross (cross check) to the higher laboratory such as Central Health Laboratory (BLK province). (M.Girsang, 2002)
This study aims to find out the frequency distribution and the difference in readings is a microscopic smear preparations, compared to the results of microscopic referral centers, from the description of the condition and quality of sputum smear preparations in diagnosing pulmonary TB disease examined at the health center city of Bandar Lampung in 2011. This study was conducted in July to August 2011. The design of this study is a descriptive look at the picture and the difference in the reading clinic PRM results.
Conclusion This study examined 330 sputum amount, number of sputum with the (+) smear 10.9% (36 sputum), Condition good criterion of the sputum (+) smear 91.1% (33 sputum), quality of preparation by both criteria of the (+) smear 91.1% (33 stocks). There is a difference in readings in the microscopic smear preparations, compared to the results of the 12 reference centers microscopic (PRM) based on the quality of smear preparation of 0.32%, and the difference in determining the level of positivity (gradation) of 5.55%.
Keywords: sputum condition, quality of smear
preparation
Indeks pembangunan manusia ( human development index ) tahun 2007 di
Indonesia menempati urutan 111 dari 182
negara. Tingkat pendidikan, pendapatan
serta kesehatan penduduk Indonesia belum memuaskan. Peranan keberhasilan
pembangunan kesehatan sangat menentukan tercapainya tujuan pembangunan
nasional.
Sejak tahun 1995 program pemberantasan TB-paru
telah dilaksanakan dengan strategi directly
treatment shortcourse chemotherapy
( DOTS ) yang direkomendasi oleh WHO yang
terdiri dari 5 komponen yaitu komitmen
politis, diagnosa TB dengan mikroskopis, PMO, kesinambungan ketersediaan obat
anti TB ( OAT ) dan pencacatan dan pelaporan yang baik dan benar. Merupakan
pendekatan yang paling tepat saat ini dan harus dilaksanakan
sungguh-sungguh.
Di Indonesia TB-paru merupakan masalah utama
kesehatan masyarakat. Indonesia merupakan negara dengan penderita TB-paru
terbanyak ke-5 di dunia setelah India,Cina, Afrika Selatan, dan Nigeria.
Diperkirakan jumlah TB-paru di Indonesia sekitar 10 % dari total jumlah
penderita TB-paru di dunia.
Di Indonesia setiap tahunnya terjadi
175.000 kematian akibat TB dan terdapat 450.000 kasus TB paru. 75 % persen dari jumlah tersebut merupakan
penderita pada usia produktif (Depkes
RI, 2002).
Angka penemuan kasus penderita TBC
paru BTA (+) di Provinsi Lampung hingga bulan September 2009 sebanyak 3.452
kasus yang berarti 28,9% dari perkiraan kasus baru BTA (+) yang dapat ditemukan
dari target lebih dari 70% yang diharapkan. Angka cakupan penemuan penderita
tersebut sebagian besar (98,8%) merupakan hasil pencapaian pelaksanaan strategi
Directly Observed Treatment Short-course
(DOTS) di puskesmas dan 1,2% dari rumah sakit dan Dokter Praktik Swasta (Dinas
Kesehatan Provinsi
Lampung, 2010). Bandar Lampung sebagai salah satu
kota di Provinsi Lampung,
dengan jumlah penduduk dari 27puskesmas induk tercatat 845.822 jiwa dengan
sasaran BTA (+) 1.353 orang, dan penemuan kasus BTA (+) sebanyak 956 orang
sampai akhir Desember
2009. Meskipun angka penemuan
kasus telah melampaui target yaitu 71,4 % dari pencapaian target minimal 70 % .
tetapi angka pencapaian target penemuan kasus belum optimal .
(Dinas Kesehatan Provinsi
Lampung, 2009 )
Laboratorium tuberkulosis
tersebar luas dan berada disetiap wilayah, mulai dari tingkat kecamatan,
kabupaten/kota, Propinsi dan nasional
yang berfungsi sebagai laboratorium pelayanan kesehatan dasar, rujukan maupun
laboratorium
pendidikan/penelitian.
Laboratorium tuberkulosis
merupakan bagian dari pelayanan laboratorium kesehatan, mempunyai peran penting
dalam penanggulangan TB-paru, berkaitan dengan kegiatan deteksi pasien TB-paru,
pemantauan keberhasilan pengobatan, dan
menetapkan hasil akhir pengobatan serta menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan sputum
( dahak ) mikroskopis merupakan
pemeriksaan yang paling efisien, mudah, murah, bersifat spefisik, sensitif dan
dapat dilaksanakan di semua unit
laboratorium .( Depkes,2008 )
Penegakan diagnosis TB-paru
berdasarkan pemeriksaan dahak mikroskopik bermutu
( kondisi sputum dan kualitas
sediaan BTA ) merupakan salah satu tiang utama dalam strategi DOTS, baik untuk
menegakkan diagnosis maupun follow up.
Hasil pemeriksaan terpercaya merupakan untuk pengelompokkan penderita, keputusan untuk memulai pengobatan dan
menyatakan kesembuhan penderita. Kondisi sputum
( purulen, mukopurulen, mukoid,
hemoptisis, saliva ) dan kualitas sediaan BTA ( kebersihan, ukuran, kerataan,
ketebalan, pewarnaan ) pemeriksaan BTA sangat menentukan ketepatan besarnya
kasus TB-paru dimasyarakat, hasil negatif palsu atau positif palsu sangat
berbahaya, karena pengobatan menjadi tidak tepat, ini berarti merugikan
penderita yang seharusnya mendapat pengobatan menjadi tidak mendapat pengobatan
dan seharusnya tidak mendapat pengobatan tetapi mendapat pengobatan.
( Lumb, R dkk, 2004 )
Penilaian
dari preparat TB- Paru terhadap
hasil yang baik sangat dipengaruhi oleh
kondisi sputum yang diperiksa termasuk juga
pewarnaan yang dilakukan baik
prosedur kerja pewarnaan maupun mutu zat warna yang di gunakan
menentukan kualitas preparat yang baik.
Pentingnya mengamati dan mengetahui jenis kondisi sputum yang akan
diperiksa maka kita dapat membuat preparat apus sputum sesuai dengan perlakuan
yang khusus untuk masing-masing jenis
sputum yang bertujuan untuk mendapatkan kualitas preparat apus yang baik
sehingga dapat menghasilkan kualitas hasil pewarnaan yang baik pula sehingga
dapat menentukan hasil pemeriksaan mikroskop
yang tepat.
Sediaan dahak yang baik, berasal
dari kondisi sputum yang mukopurulen dan
tampilan sediaan dari segi kebersihan tidak ada endapan sisa cat warna, ukuran
1 x 2 cm atau 2 x 3 cm, kerataan sediaan dahak harus tersebar
rata pada kaca sediaan, tidak terlalu tebal dan tidak terlalu tipis, ketebalan
yang baik sebelum pewarnaan dapat diperiksa dengan cara melihat huruf cetak
pada kertas melalui sediaan tersebut. Pegang sediaan dahak jarak 4-5 cm diatas
kertas koran huruf tersebut dapat terbaca. Pewarnaan sediaan jika terlihat
berwarna biru setelah dilakukan pewarnaan metode Zhiel Nelsen, secara
mikroskopis dengan pemesaran 100 x
adanya lekosit lebih dari 25 sel / lapangan pandang atau adanya makrofag
( dust cell ) ( Akiko Fujiki,2009 )
Untuk
meningkatkan ketepatan diagnosa TB-paru secara mikroskopis perlu adanya
keseragaman diagnosa dan ketepatan hasil pemeriksaan. Sampai saat ini PRM
(
Puskesmas rujukan mikroskopis ) dan PPM
(
Puskesmas pelaksana mandiri ) telah bekerja sebagai ujung tombak utnuk
pemeriksaan sediaan ( slide ) BTA,
tanpa pernah dilakukannya pengawasan terhadap kualitas dan keseragaman mutu
dari hasil terhadap pemeriksaan preparate sputum ( dahak ) penderita TB-paru
kecuali dengan cara uji silang ( cross
check ) kepada laboratorium yang lebih tinggi seperti Balai Laboratorium
kesehatan ( BLK propinsi ). ( Girsang,2002 )
Tuberkulosis
atau TBC adalah penyakit menular langsung yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TBC menyerang organ paru
tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2002).
Kuman Mycobacterium
tuberculosis berbentuk batang langsing lurus atau bengkok dengan ukuran
lebar 0.2 - 0.5 um dan panjang 1 – 4 um, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap
asam pada pewarnaan. Oleh karena itu
disebut Bakteri Tahan Asam (BTA).
Sifat
tahan asam Mycobacterium disebabkan karena dinding sel yang tebal dan terdiri
dari lilin dan lemak yang terdiri dari asam lemak micolat. Kuman Mycobacterium
tuberculosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh manusia, kuman ini dapat
dormant, tertidur lama selama beberapa tahun (Staf Pengajar FKUI, 1993, dalam
Aris, 2005).
tahan
terhadap zat kimia dan fisik, tahan terhadap keadaan kering dan dingin,
bersifat dorman dan aerob.
Bakteri
tuberkulosis mati pada pemanasan 1000C selama 5-10 menit, atau 600C
selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95 % selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan
selama 1-2 Jam diudara terutama ditempat yang lembab dan gelap( dapat bertahan
selama berbulan-bulan ), namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara.(
Wiyono, 2005)
Sumber
penularan adalah dari penderita tuberkulosis dengan BTA positif. Penularan terjadi pada penderita batuk atau
bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan
sputum).
Droplet
yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa
jam. Orang dapat terinfeksi jika droplet
tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan dan masuk ke dalam
paru-paru. Daya penularan dari seorang
penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan parunya. Makin tinggi derajat BTA positif dari hasil
pemeriksaan sputum penderita maka makin tinggi potensi penderita tersebut untuk
menularkan penyakit tuberkulosis. Jika
pemeriksaan sputum negatif maka penderita tersebut tidak menular (Depkes RI,
2002).
Gejala
umum yang terjadi pada penderita TB-paru adalah batuk terus menerus dan
berdahak selama 3 minggu atau lebih.
Gejala lain yang sering dijumpai antara lain sputum bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun,
berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam
walaupun tanpa kegiatan, serta demam meriang lebih dari sebulan.
Diagnosis
Tuberkulosis Paru
Semua suspek ( tersangka ) TB-paru
diperiksa dengan cara melakukan pengambilan dahak 3 spesimen dalam waktu 2
hari, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu
(SPS). Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman
TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,
biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang
sesuai dengan indikasinya. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang
khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukan aktifitas penyakit.
Klasifikasi
penyakit dan tipe Pasien
Menentukan
klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan suatu “defenisi
kasus” yang meliputi empat hal
yaitu
:
1.
Lokasi atau organ tubuh yang sakit :
paru atau ekstra paru
2.
Bakteriologi (hasil pemeriksaan
dahak secara mikroskopis) : BTA positif atau BTA negatif.
3.
Tingkat keparahan penyakit : ringan
atau berat.
4.
Riwayat pengobatan TB sebelumnya :
baru atau sudah pernah diobati.
Manfaat
dan Tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah :
1.
Menentukan paduan pengobatan yang
sesuai
2.
Registrasi kasus secara benar
3.
Menentukan prioritas pengobatan TB
BTA positif.
4.
Analisis kohort hasil pengobatan.
Beberapa
istilah dalam defenisi kasus :
1.
Kasus TB : pasien TB-paru yang telah dibuktikan secara
mikroskopis atau didiagnosis oleh dokter
2.
Kasus TB-paru pasti (definitif) : pasien dengan
biakan positif untuk Mycobacterium
tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang-kurangnya 2 dari 3
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
( Wiyono, 2005)
Riwayat Terjadinya Tuberkulosis
Infeksi
primer terjadi pada saat seorang terpapar pertama kalinya oleh kuman TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya sehingga
dapat langsung masuk alveolus dan menetap di sana. Infeksi dimulai pada saat kuman TBC berhasil
berkembang biak membelah diri di paru yang mengakibatkan peradangan di
paru-paru. Saluran limfe akan membawa
kuman TBC ke kelenjar limfe di sekitar hilius paru. Peristiwa tersebut disebut sebagai komplek
primer. Waktu terjadinya infeksi sampai
pembentukan komplek primer adalah 4 hingga 6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan
terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.
Kelanjutan
setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya
respon daya tahan tubuh (immunitas seluler).
Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh dapat menghentikan perkembangan
kuman TBC. Meskipun demikian ada
beberapa kuman yang akan menetap sebagai kuman persisten atau dormant
(tidur). Terkadang daya tahan tubuh
tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan
yang bersangkutan akan menderita TBC (Depkes RI, 2002).
Tuberkulosis
Paska Primer
Tuberkulosis
paska primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah infeksi
primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau
status gizi buruk. Ciri khas dari
tuberkulosis paska primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya
kavitas atau efusi pleura (Depkes RI, 2002).
Klasifikasi
berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis,
yaitu
TB-paru BTA positif :
Sekurang-kurangnya
2 dari 3 spesimen dahak
SPS hasilnya BTA positif.
1
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif
dan foto toraks dada menunjukkan gambaran
tuberkulosis.
1
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif
1
atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotik. ( Wiyono, 2005)
Kriteria
Kondisi Sputum yang Baik
Untuk memperoleh kondisi sputum
yang baik, Petugas laboratorium harus memberikan penjelasan mengenai penting
nya pemeriksaan sputum baik pemeriksaan pertama maupun pemeriksaan sputum
ulang.
Memberi
penjelasan tentang batuk yang benar
untuk mendapatkan sputum yang dibatukkan dari bagian dalam paru-paru setelah
beberapa kali bernafas dalam, dan tidak hanya air liur dari dalam mulut. Teliti
pula volume sputumnya yaitu 3-5ml.
Kondisi
sputum untuk pemeriksaan Labolatorium adalah penting. Sputum yang baik
mengandung beberapa partikel atau sedikit kental dan berlendir, kadang-kadang
malah bernanah dan berwarna hijau kekuningan
(Bastian,
Ivan dan Lumb, Richard. 2008)
Kondisi
sputum ada 5 kriteria yang didapatkan
ketika menerima specimen sputum yaitu :
1. Purulen yaitu kondisi sputum
dalam keadaan kental dan lengket.
2. Mukopurulen yaitu kondisi sputum
dalam keadaan kental, berwarna kuning kehijauan.
3. Mukoid yaitu kondisi sputum dalam
keadaan berlendir dan kental
4. Hemoptisis yaitu kondisi sputum
dalam keadaan bercampur darah
5. Saliva yaitu Air liur.
Kriteria Kualitas Pewarnaan yang Baik
Mycobacterium Tuberculosis mempunyai lapisan dinding lipid
(Mycolic Acid) yang tahan terhadap
asam. Oleh karena itu, prinsip pewarnaan
Ziehl Neelsen adalah melalui proses pemanasan yang dapat mempermu-dah masuknya
Carbol Fuchsin ke dalam dinding sel.
Dinding sel tetap mengikat zat warna Carbol Fuchsin walaupun
didekolorisasi dengan asam alkohol.
Kualitas
sediaan preparat TB-Paru yang baik tentunya harus memenuhi kriteria sebagai
berikut kualitas ukuran, kualitas kerataan, kualitas ketebalan, kualitas
kebersihan, dan kualitas pewarnaan.
Kualitas
pewarnaan yang baik di tentukan oleh prosedur kerja pewarnaan yang benar dan
mutu zat warna yang baik sehingga diperoleh kualitas pewarnaan yang baik secara
Makroskopis (latar belakang biru) dan secara Mikroskopis (sel BTA bewarna
merah).
Untuk
pemeriksaan mikroskopis, jarak waktu antara pengumpulan dan pewarnaan adalah
kecil. Idealnya, sampel sputum harus di proses secepat mungkin (<48 jam)
walupun demikian, hasil pemeriksaan tetap dapat di terima pada sputum yang
tertunda selama beberapa minggu (Fujiki, 2005).
![]() |
|||||
![]() |
|||||
Gambar 2. Kualitas pewarnaan Ziehl Neelsen yang baik
Unsur Penilaian
Sediaan Dahak
Penilaian kualitas dahak ( secara
mikroskopis)
1.Adanya Lekosit
Adanya lekosit lebih dari 25 sel
perlapang pandang pada pembesaran 100 x atau adanya makrofag ( Dust cell ) menandakan dahak berkualitas
baik.
Penilaian tampilan sediaan dahak
2.Ukuran sediaan dahak
Ukuran sediaan yang baik adalah 1
x 2 cm atau 2 x 3 cm. Pda garis
horizontal/ garis tengah sediaan dahak akan terdapat 100 sampai 150 lapangan
pandang mikroskopis.
3.Kerataan sediaan dahak
Dahak harus tersebar rata pada
kaca sediaan, tidak terlalu tebal dan tidak terlalu Tipis.
4.Ketebalan sediaan dahak
Sediaan dahak dengan ketebalan
yang cukup sebelum pewarnaan dapat dinilai. Dengan melihat huruf cetak pada
kertas yang dibaca dengan jarak 4-5 cm. Bila huruf –huruf tersebut tidak dapat
terbaca, berarti sediaan dahak terlalu tebal. Sediaan yang telah diwarnai dapat
dinilai ketebalannya dengan mengamati dibawah mikroskop, jika seluruh lapangan
pandang dapat dilihat dengan jelas berarti ketebalannya memenuhi syarat.
Penilaian teknik pewarnaan (
secara mikroskopis )
5.Dekolorisasi ( pelunturan)
Carbol Fuchsin Carbol Fuchsin
pada sediaan dahak harus dilakukan dekolorisasi menggunakan
alkohol asam. Bila warna Carbol Fuchsin
masih tetap tersisa pada sediaan
dahak ( terlihat sebagai warna merah )
berarti dekolorisasi kurang baik.
6.Kebersihan sediaan dahak
Adanya endapan warna, kotoran dan lainya
harus dihindari, karena
mengganggu pembacaan mikroskopis.
Berdasarkan latar belakang
tersebut penulis melakukan penelitian tentang gambaran kondisi sputum dan
kualitas sediaan BTA dalam menegakkan diagnosa penyakit TB-paru di puskesmas
kota Bandar Lampung tahun 2011.
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada Dinas
Kesehatan Kota Bandar Lampung sebagai bahan evaluasi tentang tingkat keberhasilan
pemeriksaan TB Paru. Memberikan informasi sebagai bahan evaluasi bagi tenaga
analis kesehatan yang bekerja dipuskesmas khususnya dalam mengamati jenis
kondisi sputum dan pewarnaan sediaan sputum yang berkualitas baik. Memberikan informasi kepada
Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang sebagai data untuk bisa dilakukan penelitian
lebih lanjut.
METODE
Penelitian ini dengan desain studi deskriptif yaitu memberikan gambaran tentang kondisi
sputum dan kualitas
sediaan BTA dalam menegakkan diagnosa penyakit TB-paru di puskesmas kota Bandar
Lampung tahun 2011.
Penelitian ini telah dilakukan di
puskesmas yang berada di kota Bandar Lampung
pada bulan Juli sampai Agustus 2011.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh seluruh pasien yang berobat di
puskesmas kota Bandar Lampung tahun 2011, berjumlah 966 orang berdasarkan jumlah BTA (+) sampai dengan
akhir Desember tahun 2010 ( Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung,2011 )
Sampel diperoleh dengan menggunakan kriteria
sampel.
Sampel adalah sputum ( dahak ) yang diamati kondisi
sputum dan sediaan BTA dari sputum pagi, berasal dari pasien yang memeriksakan
diri dan direkomendasi oleh dokter untuk
diperiksa di puskesmas kota Bandar Lampung
tahun 2011.
Jumlah sampel diperoleh
berdasarkan besar sampel yaitu 270 kemudian ditambah 15 % sehingga besar sampel
menjadi 311 sputum
( dahak ) penderita.
Metode pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan
dengan Purposive Sampling yaitu sampel ditentukan karena adanya tujuan
tertentu.
( Heru Subaris Kasjono )
Cara pengumpulan data :
Melakukan identifikasi penderita
yang sputumnya diperiksa, mengisi kuesioner tentang kondisi sputum dan kualitas
sediaan BTA kemudian melakukan pemeriksaan mikroskopis BTA.
1.Identifikasi
sputum
a.Sputum
Mukoid, purulendan mukopurulen
dibuat preparat apus.
b.Sputum
Hemoptisis dibuat perlakuan
khusus, yaitu : Sputum
dengan darah sedikit, dipilih bagian sputum yang tidak mengandung darah dibuat
sediaan preparat apus seperti
biasa. Sputum
dengan darah sedang, buat sediaan kemudian di fiksasi dan genangi
dengan air bersih/ aquades, lalu di goyang sampai warna merah hilang. Lalu
air
dibuang dan
bilas lagi dengan air, keringkan
c.Sputum cair/Saliva dibuat
perlakuan khusus,
yaitu : Sediaan preparat dibuat
berlapis-lapis,buat apusan biasa setelah kering buat apusan lagi di atas nya.
Demikian di ulang beberapa kali sampai ketebalannya cukup.
Pemberian Nomor Identitas Sediaan
Kaca sediaan dipegang pada kedua
sisinya untuk menghindari sidik jari pada badan kaca sediaan.
Setiap kaca sediaan diberi nomor
identitas sediaan sesuai dengan identitas pada pot sputum dengan menggunakan
spidol permanen atau pensil kaca. Pemberian nomor identitas sediaan ditujukan
untuk mencegah kemungkinan tertukarnya sediaan.
Huruf A atau B atau C, A
menunjukkan sputum sewaktu pertama, B untuk sputum pagi dan C untuk sputum
sewaktu kedua.
Pembuatan Preparat Apus Sputum
Diambil pot sputum dan kaca
sediaan yang beridentitas sama dengan pot sputum. Lalu pot dibuka
dengan hati-hati untuk menghindari terjadinya droplet (percikan sputum), lalu
dibuat apusan sebagai berikut:
a.Sputum
diambil dengan lidi sampel pada bagian yang purulen.
b.Sputum
disebarkan secara spiral kecil-kecil
pada permukaan kaca sediaan dengan
ukuran 2x3 cm.
c.Sputum
dikeringkan pada temperatur kamar.
d.Lidi bekas
dimasukkan ke dalam wadah berisi desinfektan.
e.Sediaan kaca
dijepit dengan pinset dan difiksasi 2-3 kali melewati api spritus.
f.Apusan
dipastikan menghadap ke atas.
Pewarnaan Sediaan dengan Metode
Ziehl Neelsen
-Sediaan sputum yang telah
difiksasi diletakkan pada rak dengan hapusan sputum menghadap ke atas.
-Sediaan sputum diteteskan
larutan Carbol Fuchsin 0,3% pada hapusan sputum sampai menutupi seluruh
permukaan sediaan sputum.
-Sediaan
sputum dipanaskan dengan nyala api spritus sampai keluar uap selama 3-5 menit.
Zat warna tidak boleh mendidih atau kering. Apabila mendidih atau kering maka
Carbol Fuchsin akan terbentuk kristal (partikel kecil) yang dapat dilihat
seperti kuman TBC.
-Api
spritus disingkirkan dan sediaan didiamkan sediaan selama 5 menit.
Sediaan
dibilas dengan air mengalir pelan sampai zat warna yang bebas terbuang.
-Sediaan
diteteskan dengan asam alkohol (HCl Alkohol 3%) sampai warna merah fuchsin
hilang.
-Sediaan
dibilas dengan air mengalir pelan.
-Sediaan
diteteskan kembali sediaan dengan methyline blue 0, 3%.
-Sediaan
didiamkan 10-20 detik.
Sediaan
dibilas dengan air mengalir pelan.
-Sediaan
dikeringkan sediaan di atas rak pengering di udara terbuka (jangan di bawah
matahari langsung).
Pembacaan Sediaan
-Sediaan yang
telah diwarnai dan sudah kering diperiksa di bawah mikroskop binokuler.
Pembacaan
sediaan sputum :
-Lapang
pandang dicari lebih dahulu dengan objektif 10x.
-Sediaan
diteteskan satu tetes minyak emersi di atas apusan sputum.
-Sediaan
diperiksa dengan menggunakan lensa okuler 10x dan objektif 100x.
-Basil Tahan
Asam (BTA) yang berbentuk batang berwarna merah dicar
Gambar 5.
Karakteristik BTA
-Sediaan
digeserkan menurut arah seperti gambar di bawah ini dengan memeriksa paling
sedikit 100 lapang pandang atau dalam waktu kurang lebih 10 menit, dengan cara
menggeserkan sediaan.
Gambar 6.
Arah pergeseran sediaan sputum
-Sediaan
sputum yang telah diperiksa kemudian direndam dalam xylol selama 15-30 menit,
lalu disimpan dalam kotak sediaan.
Pembacaan
hasil :
Pembacaan
hasil pemeriksaan sediaan sputum dilakukan dengan menggunakan skala IUATLD
sebagai berikut :
Negatif
(-) : Jika tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang.
Scanty
: Ditulis jumlah kuman yang ditemukan, jika ditemukan 1-9
BTA dalam 100 lapang pandang.
+ atau (1+)
: Jika ditemukan 10-99 BTA dalam 100
lapang pandang.
++
atau (2+) : Jika ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang
pandang, minimal dibaca 50 lapang pandang.
+++
atau (3+) : Jika ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang
pandang, minimal dibaca 20 lapang pandang.
Penulisan
gradasi hasil bacaan penting untuk menyatakan keparahan penyakit dan tingkat
penularan penderita tersebut. Bila
ditemukan 1-3 BTA dalam 100 lapang pandang, pemeriksaan harus diulang dengan
specimen sputum yang baru. Bila hasilnya
tetap 1-3 BTA, hasilnya maka dilaporkan negatif. Bila ditemukan 4-9 BTA, maka dilaporkan
positif (Depkes RI, 2002).
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil Analisis Univariat
diuraikan gambaran distribusi frekuensi dari
variabel yang diamati yaitu kondisi sputum ( purulen, mukopurulen,
mukoid, hemoptisis, saliva ) dan kualitas sediaan BTA ( ukuran, kerataan,
ketebalan, pewarnaan, kebersihan ).
Jumlah sputum
Tabel
4.1.1
Distribusi
Frekuensi Jumlah sputum yang diperiksa dari gambaran kondisi sputum dan kualitas sediaan BTA dalam menegakkan diagnosa
penyakit TB-paru di puskesmas kota Bandar Lampung tahun 2011.
Puskesmas
|
Frekuensi
|
Persen
( % )
|
|
Gedong
Air
Kampung
Sawah
Kemiling
Pasar
Ambon
Panjang
Rajabasa
Indah
Satelit
Sukabumi
Sukaraja
Sukarame
Sumur
Batu
Way
Halim
|
26
26
26
25
26
25
47
26
26
25
26
26
|
7,9
7,9
7,9
7,6
7,9
7,6
14,2
7,9
7,9
7,6
7,9
7,9
|
|
Total
|
330
|
100
|
Dari sejumlah 330 sputum yang
diperiksa berasal dari 12 puskesmas. Jumlah sampel dari masing-masing puskesmas
sama yaitu 26 sputum ( 7,9 % ) kecuali puskesmas Pasar Ambon, Rajabasa Indah,
dan Sukarame 25 sputum ( 7,6 % ) dan puskesmas Satelit 47 sputum ( 14,2 )
Hasil
Pemeriksaan BTA
Tabel
4.1.2
Distribusi
Frekuensi hasil pemeriksaan BTA dari gambaran kondisi sputum dan kualitas sediaan BTA dalam menegakkan diagnosa
penyakit TB-paru di puskesmas kota Bandar Lampung tahun 2011.
Hasil Pemeriksaan
BTA
|
Frekuensi
|
Persen ( % )
|
Negatif
|
294
|
89,1
|
Positif
|
36
|
10,9
|
Total
|
330
|
100
|
Dari sejumlah 330 sputum yang
diperiksa, hasil pemeriksaan BTA negatif
294 sputum
( 89,1 % ) dan hasil pemeriksaan
BTA positif 36 sputum ( 10,9 % )
Tabel
4.1.3
Distribusi
Frekuensi hasil pemeriksaan BTA dari 12 puskesmas ( PRM )
tahun
2011.
Hasil Pemeriksaan
BTA
|
Frekuensi
|
Persen
( % )
|
Negatif
|
293
|
88,78
|
Positif
|
37
|
11,22
|
Total
|
330
|
100
|
Dari sejumlah 330 sediaan yang
diperiksa, hasil pemeriksaan BTA negatif
293 sputum
( 88,78 % ) dan hasil pemeriksaan
BTA positif 37 sputum ( 11,22 % ). Dari sediaan yang positif, ada perbedaan
hasil penelitian dengan hasil pemeriksaan dari PRM yaitu :
Jumlah sediaan hasil penelitian
36 sediaan , jumlah sediaan hasil pemeriksaan PRM 37 sediaan. 1 sediaan hasil
penelitian negatif, hasil pemeriksaan
PRM positif sebesar 0,32 %. 1
sediaan hasil penelitian positif 3 ( +++ ), sedangkan hasil pemeriksaan PRM positif
2 ( ++ ) sebesar 5,55 %. 1 sediaan hasil
penelitian positif 2 ( ++ ), sedangkan hasil pemeriksaan PRM positif 1 ( + ) sebesar
5,55 %.
Tabel
4.1.4
Distribusi
Frekuensi gambaran kondisi sputum dan kualitas sediaan
BTA dalam menegakkan diagnosa penyakit TB-paru di puskesmas kota Bandar Lampung
tahun 2011.
Variabel
Penelitian
|
Hasil
Pemeriksaan BTA
|
Total
|
||||
Negatif
|
Positif
|
|||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
|
Kondisi sputum
Baik
Buruk
|
194
100
|
66
35
|
33
3
|
91,1
8,3
|
227
103
|
100
100
|
Purulen
Ya
Tidak
|
97
197
|
33
67
|
32
4
|
88,9
11,1
|
129
201
|
100
100
|
Mukopurulen
Ya
Tidak
|
93
201
|
31,6
68,4
|
32
4
|
88,9
11,1
|
125
205
|
100
100
|
Mukoid
Ya
Tidak
|
83
211
|
28,3
71,7
|
36
0
|
100
0
|
119
211
|
100
100
|
Hemoptisis
Ya
Tidak
|
0
294
|
0
100
|
16
20
|
44,4
55,6
|
16
314
|
100
100
|
Saliva
Ya
Tidak
|
98
196
|
33,3
66,7
|
0
36
|
0
36
|
98
232
|
100
100
|
Kualitas Sediaan
Baik
Buruk
|
198
95
|
67,3
32,3
|
33
4
|
91,7
8,6
|
231
99
|
100
100
|
Kebersihan
Bersih
Kotor
|
274
20
|
93,2
6,8
|
34
2
|
94,4
5,6
|
308
22
|
100
100
|
Ukuran
Benar
Salah
|
291
3
|
99
1
|
36
0
|
100
0
|
327
3
|
100
100
|
Kerataan
Rata
Tidak
rata
|
194
100
|
66
34
|
33
3
|
91,7
8,3
|
227
103
|
100
100
|
Ketebalan
Memenuhi
syarat
Tidak
memenuhi syarat
|
197
97
|
67
33
|
33
3
|
91,7
8,3
|
230
100
|
100
100
|
Pewarnaan
Baik
Buruk
|
195
99
|
66,3
33,7
|
31
5
|
86,1
13,9
|
226
104
|
100
100
|
Dari sejumlah 330 sputum yang
diperiksa kondisi sputum baik 227 sputum ( 68,8 % ) dan kondisi sputum buruk
103 sputum ( 31,2 % ), dan dari 36 sediaan BTA positif, sejumlah 33 ( 91,1 % ) sputum kondisi baik. Sejumlah 330
sediaan BTA yang diperiksa, kualitas sediaan baik sejumlah 198 ( 67,3 % ) sediaan. Sedangkan kualitas
sediaan buruk 95 ( 32,3 % ) sediaan, dari 36 sediaan BTA dengan hasil
pemeriksaan positif, dengan kualitas sediaan baik 33 ( 91,7 % ) sediaan.
Pembahasan
Berdasarkan pnelitian yang telah dilakukan,
karena keterbatasan waktu dan dana sehingga hanya 12 puskesmas dari
27 puskesmas rujukan mikroskopis yang berada di kota Bandar Lampung
yang diperiksa.
Hasil pemeriksaan penelitian yang
menunjukkan sediaan BTA positif 36 (
10,9 % ) dari 330 sediaan, dan hasil negatif
294 sediaan ( 89,1 % ), ada
perbedaan terhadap hasil pemeriksaan dari
puskesmas PRM sebesar 0,32 %. Jumlah sediaan hasil pemeriksaan PRM
sediaan BTA positif 37 sediaan. 1
sediaan hasil penelitian negatif, hasil pemeriksaan PRM positif.
Dari sediaan BTA (+) juga terdapat pebedaan hasil dalam menentukan
tingkat kepositifan ( gradasi ) yaitu sebesar 5,55 %.
1 sediaan hasil penelitian
positif 3 ( +++ ), yaitu jika ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang, minimal
dibaca 20 lapang pandang.
Sedangkan hasil pemeriksaan puskesmas PRM positif 2 ( ++ ) Jika
ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, minimal dibaca 50 lapang pandang.
1 sediaan
hasil penelitian positif 2 ( ++ ), sedangkan hasil pemeriksaan puskesmas
PRM positif 1 ( + ) artinya jika
ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang. Perbedaannya sebesar 5,55 % .
gradasi
hasil bacaan penting untuk menyatakan keparahan penyakit dan tingkat penularan
penderita tersebut. (Depkes RI, 2002).
Kondisi sputum baik 68,8 % ( 227 sputum ) dan kondisi sputum
buruk 31,2 %
( 103 sputum ), hasil cross
check dari Balai Laboratorium Kesehatan triwulan III th 2010, dari 332
sputum yang diperiksa kondisi sputum baik
76,2 % ( 253 sputum ) dan sputum buruk 23,9 % ( 79 sputum ). Sputum yang
diperiksa dari hasil penelitian dengan kondisi buruk lebih tinggi jika
dibandingkan dengan hasil cross check
BLK th 2010, karena kondisi sputum dlm bentuk saliva lebih banyak, disebabkan
tidak semua suspec mampu mengeluarkan
dahak/sputum dengan benar.
Purulen
Hasil penelitian Kondisi sputum yang
purulen 39 % ( 129 sputum ) sedangkan hasil penelitian Emi Gusnida (2010) 37,93 %
( 33 sputum ) . Dari 36 sputum yang (+) BTA , 69,4 % ( 25 sputum ) diantaranya dengan kondisi
purulen. Hal ini disebabkan karena
kondisi sputum purulen,kreteria kondisi sputum baik.
Mukopurulen
Hasil penelitian kondisi sputum mukopurulen
37,9 % ( 125 sputum ), hasil penelitian lain diperlihatkan Emi Gusnida 6,9 % ( 6 sampel ) Dari 36 sputum yang (+)
BTA, 86,1 % ( 31 sputum) dengan kondisi sputum
mukopurulen. kondisi sputum mukopurulen adalah yang terbaik dan
kecenderungan mudah ditemukan bakteri Mycobacterium
tuberculosa.
Mukoid
Hasil penelitian kondisi sputum mukoid 35,5 % ( 117 sputum ), sedangkan hasil
penelitian Emi Gusnida 32,18 % ( 28 sampel ). Dari 36 sputum yang (+) BTA,97,2
% ( 35 sputum ) dengan kondisi
sputum mukoid. Kondisi sputum mukoid,
kriteria kondisi sputum baik.
Hemoptisis
Hasil penelitian kondisi sputum hemoptisis
44,4 % ( 16 sputum )
Saliva
Hasil penelitian kondisi sputum saliva dari
sediaan BTA positif, tidak ada kondisi sputum dalam bentuk saliva. Kondisi
sputum saliva adalah sputum dengan kualitas buruk sehingga tidak disaran untuk
dijadikan specimen pemeriksaan BTA.
Kualitas Sediaan
Hasil Penelitian kualitas sediaan baik 70,0
% ( 231 sediaan ), hasil penelitian lain oleh Misdalina ( 2010 ) 77,3 % ( 167
sediaan ) . Dari 36 sediaan yang (+) BTA, 86,1 % ( 31sediaan ) dengan kualitas sediaan baik. Kualitas
sediaan sangat berpengaruh terhadap pembacaan hasil pada mikroskop.
Kebersihan
Hasil penelitian kebersihan sediaan bersih
93,3 % ( 308 sediaan ), yaitu tidak ada sisa-sisa zat warna fuchsin, kotoran,
serta kristal yang dihasilkan dari pemanasan berlebih saat pewarnaan. Hasil penelitian
Misdalina (2010 ) 61,6 % ( 133 sediaan ). Dari 36 sediaan yang (+) BTA, 86,1 %
( 31 sediaan ) kualitas sediaan bersih.
Sediaan yang bersih akan memudahkan membaca hasil secara mikroskopis.
Ukuran
Hasil penelitian sediaan dengan ukuran yang
benar 99,1 % ( 327 sediaan ), yaitu ukuran sediaan 2x3 cm. Dari 36 sediaan yang
(+) BTA dengan ukuran benar 94,4 % ( 34
sediaan )
Kerataan
Hasil penelitian sediaan dengan kerataan,
yaitu tidak terlihat bagian yang kosong pada kaca objek. Sejumlah sediaan yang
rata 68,8 % ( 227 sediaan ), dari 36 sediaan yang (+) BTA, sediaan yang
rata 91,7 % ( 33 sediaan ),sedangkan
sediaan yang tidak rata 8,3 %
( 3 sediaan ), Kerataan dari
kualitas sediaan sangat mempengaruhi hasil pembacaan dibawah mikroskop, jika
sediaan tidak rata maka akan menyebabkan tidak terlihat / tertutup dengan
epitel-epitel sel , disisi lain lapangan pandang tampak kosong, sehingga
menyebabkan salah dalam menentukan tingkat kepositifannya. Penulisan
gradasi hasil bacaan
penting untuk menyatakan keparahan
penyakit dan tingkat penularan penderita tersebut. Dan dapat merugikan penderita, serta menyebabkan
program pemberantasan Tb-paru menjadi kurang tepat.Terlihat adanya perbedaan
hasil dalam menentukan tingkat kepositifan yaitu sebesar 5,55 %.
Ketebalan
Hasil penelitian sediaan dengan ketebalan
yang memenuhi syarat 69,7 % ( 230 sediaan ), yaitu diperiksa dengan cara
memegang sediaan BTA 4-5 cm diatas surat kabar dan terlihat huruf-huruf
tulisannya masih dapat dibaca. Dari 36 sediaan yang (+) BTA, sediaan yang
ketebalannya memenuhi syarat 91,7 % ( 33 sediaan ).
Ketebalan dari kualitas sediaan
sangat berpengaruh menentukan tingkat kepositifan ( gradasi ) suatu sediaan.
Jika ketebalannya tidak memenuhi syarat ( terlalu tebal ), dikhawatirkan bakteri
BTA tidak terlihat, karena tertutup dengan epitel-epitel sel sehingga salah
dalam melakukan interpretasi hasilnya. Terlihat adanya perbedaan hasil dalam
menentukan tingkat kepositifan yaitu sebesar
5,55 %.
Pewarnaan
Hasil penelitian sediaan dengan
pewarnaan yang baik 68,5 % ( 226 sediaan ),yaitu kuman BTA terlihat jelas
dengan warna merah terang dengan latar belakang biru tanpa ada sisa-sisa zat
warna Fuchsin. Hasil penelitian
Misdalina (2010) 68,1 %
( 147 sediaan ). Dari 36 sediaan
yang (+) BTA, sediaan dengan kriteria pewarnaan baik 86,1 % ( 31 sediaan ). Dan
kualitas sediaan dengan pewarnaan buruk sebesar 13,9 % ( 5 sediaan ). Hasil
pewarnaan yang buruk menyebabkan salah dalam menentukan positif atau negatif,
karena kuman BTA tidak terlihat jelas.
Terlihat adanya perbedaan hasil
sebesar 0, 32 % ( 1 sediaan ).
SIMPULAN
Berdasarkan hasil
penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.Jumlah sputum yang diperiksa
330, Jumlah sputum dengan hasil (+) BTA 10,9 %
( 36 sputum ), Kondisi sputum kriteria baik dari hasil (+) BTA 91,1 % ( 33
sputum ), Kualitas sediaan dengan kriteria baik dari hasil (+) BTA 91,1 % ( 33 sediaan ).
2.Ada perbedaan hasil pembacaan
sediaan BTA secara mikroskopis, dibandingkan
hasil dari 12 puskesmas rujukan mikroskopis
( PRM ) berdasarkan kualitas sediaan BTA sebesar 0,32
%, dan perbedaan menentukan tingkat kepositifan ( gradasi ) sebesar 5,55
%.
DAFTAR
RUJUKAN
Anonimous. 2008. Pedoman
Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis.
Edisi
Cetakan
Kedua. Depkes RI. Jakarta.
Bastian, Ivan dan Lumb, Richard. 2004.
Buku Pegangan
Untuk Kursus Singkat
Deteksi
dan Pemantauan Tuberkulosis.
Departemen
Kesehatan. Jakarta
Depkes.R.I, 2008 Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis edisi 2
cetakan
2
Fujiki,
Akiko. 2005. Pemeriksaan Sediaan
Dahak Yang Baik Menjamin Kualitas
Program
Penanggulangan TB, dalam
Pelatihan Mikroskopis BTA. The
Research Institute of Tuberkulosis.
Tokyo, Japan.
Girsang, 2002. Kesalahan-kesalahan dalam
pemeriksaan sputum BTA pada program
penanggulangan TB terhadap
beberapa pemeriksaan dan
Identifikasi penyakit TB. Jakarta : Media
Libang Kesehatan Vol.IX.3
Heru Subaris
Kasjono, Yasril, 2009.Teknik
Sampling untuk penelitian kesehatan,
Graha
Ilmu Yogyakarta
Profil Kesehatan
Prop.Lampung, 2010
Stanley Lemeshow,
D.W.Hosmer Jr, J.Klar,
1997 Besar
Sampel dalam penelitian
kesehatan, edisi bhs.Indonesia, Gajah
Mada University Press, September 1997
Widoyono, 2008, Penyakit
tropis
Epidemiologi,penularan, pencegahan,
dan pemberantasannya, Erlangga, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar