Jumat, 14 September 2012

artikel penelitian TB-paru


PICTURE QUALITY CONDITIONS AND PREPARATIONS sputum smear in diagnosis of TB-LUNG DISEASE IN CITY AIRPORT PUSKESMAS LAMPUNG YEAR 2011

Siti Aminah, Mimi Sugiarti
aminahkurun@ymail.com mimi_misran@co.id



In improving the diagnostic accuracy of pulmonary TB in microscopic diagnoses the need for uniformity and accuracy of test results. Until now PRM clinic (referral center microscopic) has worked as a vanguard for examination preparation (slide) smear, without ever doing surveillance of the quality and uniformity of the quality of the results of the examination preparate sputum (phlegm)-pulmonary TB patients, except by way of test cross (cross check) to the higher laboratory such as Central Health Laboratory (BLK province). (M.Girsang, 2002)
This study aims to find out the frequency distribution and the difference in readings is a microscopic smear preparations, compared to the results of microscopic referral centers, from the description of the condition and quality of sputum smear preparations in diagnosing pulmonary TB disease examined at the health center city of Bandar Lampung in 2011. This study was conducted in July to August 2011. The design of this study is a descriptive look at the picture and the difference in the reading clinic PRM results.
Conclusion This study examined 330 sputum amount, number of sputum with the (+) smear 10.9% (36 sputum), Condition good criterion of the sputum (+) smear 91.1% (33 sputum), quality of preparation by both criteria of the (+) smear 91.1% (33 stocks). There is a difference in readings in the microscopic smear preparations, compared to the results of the 12 reference centers microscopic (PRM) based on the quality of smear preparation of 0.32%, and the difference in determining the level of positivity (gradation) of 5.55%.

Keywords:  sputum condition, quality of smear preparation




Indeks pembangunan manusia ( human development index ) tahun 2007 di Indonesia  menempati urutan 111 dari 182 negara. Tingkat pendidikan, pendapatan  serta kesehatan penduduk Indonesia belum memuaskan. Peranan keberhasilan pembangunan kesehatan sangat menentukan tercapainya tujuan pembangunan nasional.
Sejak tahun 1995 program pemberantasan TB-paru telah dilaksanakan dengan strategi directly treatment shortcourse chemotherapy
( DOTS ) yang direkomendasi oleh WHO yang terdiri dari  5 komponen yaitu komitmen politis, diagnosa TB dengan mikroskopis, PMO, kesinambungan ketersediaan obat anti TB ( OAT ) dan pencacatan dan pelaporan yang baik dan benar. Merupakan pendekatan yang paling tepat saat ini dan harus dilaksanakan sungguh-sungguh. 
Di Indonesia TB-paru merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Indonesia merupakan negara dengan penderita TB-paru terbanyak ke-5 di dunia setelah India,Cina, Afrika Selatan, dan Nigeria. Diperkirakan jumlah TB-paru di Indonesia sekitar 10 % dari total jumlah penderita TB-paru di dunia.
Di Indonesia setiap tahunnya terjadi 175.000 kematian akibat TB dan terdapat 450.000 kasus TB paru. 75 %  persen dari jumlah tersebut merupakan penderita pada usia produktif  (Depkes RI, 2002).
Angka penemuan kasus penderita TBC paru BTA (+) di Provinsi Lampung hingga bulan September 2009 sebanyak 3.452 kasus yang berarti 28,9% dari perkiraan kasus baru BTA (+) yang dapat ditemukan dari target lebih dari 70% yang diharapkan. Angka cakupan penemuan penderita tersebut sebagian besar (98,8%) merupakan hasil pencapaian pelaksanaan strategi Directly Observed Treatment Short-course (DOTS) di puskesmas dan 1,2% dari rumah sakit dan Dokter Praktik Swasta (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2010). Bandar Lampung sebagai salah satu kota di Provinsi Lampung, dengan jumlah penduduk dari 27puskesmas induk tercatat 845.822 jiwa dengan sasaran BTA (+) 1.353 orang, dan penemuan kasus BTA (+) sebanyak 956 orang sampai akhir Desember
2009. Meskipun angka penemuan kasus telah melampaui target yaitu 71,4 % dari pencapaian target minimal 70 % . tetapi angka pencapaian target penemuan kasus belum optimal .
(Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2009 )

Laboratorium tuberkulosis tersebar luas dan berada disetiap wilayah, mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten/kota,  Propinsi dan nasional yang berfungsi sebagai laboratorium pelayanan kesehatan dasar, rujukan maupun
laboratorium pendidikan/penelitian.
Laboratorium tuberkulosis merupakan bagian dari pelayanan laboratorium kesehatan, mempunyai peran penting dalam penanggulangan TB-paru, berkaitan dengan kegiatan deteksi pasien TB-paru, pemantauan keberhasilan pengobatan, dan  menetapkan hasil akhir pengobatan serta menentukan potensi penularan. Pemeriksaan sputum
( dahak ) mikroskopis merupakan pemeriksaan yang paling efisien, mudah, murah, bersifat spefisik, sensitif dan dapat dilaksanakan  di semua unit laboratorium .( Depkes,2008 )
Penegakan diagnosis TB-paru berdasarkan pemeriksaan dahak mikroskopik bermutu
( kondisi sputum dan kualitas sediaan BTA ) merupakan salah satu tiang utama dalam strategi DOTS, baik untuk menegakkan diagnosis maupun follow up. Hasil pemeriksaan terpercaya merupakan untuk pengelompokkan penderita,  keputusan untuk memulai pengobatan dan menyatakan kesembuhan penderita. Kondisi sputum
( purulen, mukopurulen, mukoid, hemoptisis, saliva ) dan kualitas sediaan BTA ( kebersihan, ukuran, kerataan, ketebalan, pewarnaan ) pemeriksaan BTA sangat menentukan ketepatan besarnya kasus TB-paru dimasyarakat, hasil negatif palsu atau positif palsu sangat berbahaya, karena pengobatan menjadi tidak tepat, ini berarti merugikan penderita yang seharusnya mendapat pengobatan menjadi tidak mendapat pengobatan dan seharusnya tidak mendapat pengobatan tetapi mendapat pengobatan.
( Lumb, R dkk, 2004 )

Penilaian dari  preparat TB- Paru terhadap hasil  yang baik sangat dipengaruhi oleh kondisi sputum yang diperiksa termasuk juga  pewarnaan yang dilakukan baik  prosedur kerja pewarnaan maupun mutu zat warna yang di gunakan menentukan kualitas preparat yang baik.  Pentingnya mengamati dan mengetahui jenis kondisi sputum yang akan diperiksa maka kita dapat membuat preparat apus sputum sesuai dengan perlakuan yang khusus untuk masing-masing  jenis sputum yang bertujuan untuk mendapatkan kualitas preparat apus yang baik sehingga dapat menghasilkan kualitas hasil pewarnaan yang baik pula sehingga dapat menentukan hasil pemeriksaan mikroskop  yang tepat.
Sediaan dahak yang baik, berasal dari kondisi sputum yang mukopurulen  dan tampilan sediaan dari segi kebersihan tidak ada endapan sisa cat warna, ukuran 1 x 2 cm  atau  2 x 3 cm, kerataan sediaan dahak harus tersebar rata pada kaca sediaan, tidak terlalu tebal dan tidak terlalu tipis, ketebalan yang baik sebelum pewarnaan dapat diperiksa dengan cara melihat huruf cetak pada kertas melalui sediaan tersebut. Pegang sediaan dahak jarak 4-5 cm diatas kertas koran huruf tersebut dapat terbaca. Pewarnaan sediaan jika terlihat berwarna biru setelah dilakukan pewarnaan metode Zhiel Nelsen, secara mikroskopis dengan pemesaran 100 x   adanya lekosit lebih dari 25 sel / lapangan pandang atau adanya makrofag ( dust cell ) ( Akiko Fujiki,2009 )
Untuk meningkatkan ketepatan diagnosa TB-paru secara mikroskopis perlu adanya keseragaman diagnosa dan ketepatan hasil pemeriksaan. Sampai saat ini PRM
( Puskesmas rujukan mikroskopis ) dan PPM
( Puskesmas pelaksana mandiri ) telah bekerja sebagai ujung tombak utnuk pemeriksaan sediaan ( slide ) BTA, tanpa pernah dilakukannya pengawasan terhadap kualitas dan keseragaman mutu dari hasil terhadap pemeriksaan preparate sputum ( dahak ) penderita TB-paru kecuali dengan cara uji silang ( cross check ) kepada laboratorium yang lebih tinggi seperti Balai Laboratorium kesehatan ( BLK propinsi ). ( Girsang,2002 )
Tuberkulosis atau TBC adalah penyakit menular langsung yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis.  Sebagian besar kuman TBC menyerang organ paru tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2002).
Kuman  Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang langsing lurus atau bengkok dengan ukuran lebar 0.2 - 0.5 um dan panjang 1 – 4 um, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan.  Oleh karena itu disebut Bakteri Tahan Asam (BTA).
Sifat tahan asam Mycobacterium disebabkan karena dinding sel yang tebal dan terdiri dari lilin dan lemak yang terdiri dari asam lemak micolat.  Kuman Mycobacterium tuberculosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.  Dalam jaringan tubuh manusia, kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun (Staf Pengajar FKUI, 1993, dalam Aris, 2005).
tahan terhadap zat kimia dan fisik, tahan terhadap keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan aerob.
Bakteri tuberkulosis mati pada pemanasan 1000C  selama 5-10 menit, atau 600C selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95 % selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 Jam diudara terutama ditempat yang lembab dan gelap( dapat bertahan selama berbulan-bulan ), namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara.( Wiyono, 2005)
Sumber penularan adalah dari penderita tuberkulosis dengan BTA positif.  Penularan terjadi pada penderita batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan sputum). 
Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam.  Orang dapat terinfeksi jika droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan dan masuk ke dalam paru-paru.  Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan parunya.  Makin tinggi derajat BTA positif dari hasil pemeriksaan sputum penderita maka makin tinggi potensi penderita tersebut untuk menularkan penyakit tuberkulosis.  Jika pemeriksaan sputum negatif maka penderita tersebut tidak menular (Depkes RI, 2002).
Gejala umum yang terjadi pada penderita TB-paru adalah batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih.  Gejala lain yang sering dijumpai antara lain sputum bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, serta demam meriang lebih dari sebulan.
Diagnosis Tuberkulosis Paru
Semua suspek ( tersangka ) TB-paru diperiksa dengan cara melakukan pengambilan dahak 3 spesimen dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukan aktifitas penyakit.
Klasifikasi penyakit dan tipe Pasien
Menentukan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan suatu “defenisi kasus” yang meliputi empat hal
yaitu :
1.      Lokasi atau organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru
2.      Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis) : BTA positif atau BTA negatif.
3.      Tingkat keparahan penyakit : ringan atau berat.
4.      Riwayat pengobatan TB sebelumnya : baru atau sudah pernah diobati.
Manfaat dan Tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah :
1.      Menentukan paduan pengobatan yang sesuai
2.      Registrasi kasus secara benar
3.      Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif.
4.      Analisis kohort hasil pengobatan.
Beberapa istilah dalam defenisi kasus :
1.      Kasus TB : pasien TB-paru yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau didiagnosis oleh dokter
2.      Kasus TB-paru pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.    
( Wiyono, 2005)
Riwayat Terjadinya Tuberkulosis
Infeksi primer terjadi pada saat seorang terpapar pertama kalinya oleh kuman TBC.  Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya sehingga dapat langsung masuk alveolus dan menetap di sana.  Infeksi dimulai pada saat kuman TBC berhasil berkembang biak membelah diri di paru yang mengakibatkan peradangan di paru-paru.  Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke kelenjar limfe di sekitar hilius paru.  Peristiwa tersebut disebut sebagai komplek primer.  Waktu terjadinya infeksi sampai pembentukan komplek primer adalah 4 hingga 6 minggu.  Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. 
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (immunitas seluler).  Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh dapat menghentikan perkembangan kuman TBC.  Meskipun demikian ada beberapa kuman yang akan menetap sebagai kuman persisten atau dormant (tidur).  Terkadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menderita TBC (Depkes RI, 2002).
Tuberkulosis Paska Primer
Tuberkulosis paska primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi buruk.  Ciri khas dari tuberkulosis paska primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura (Depkes RI, 2002).
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis,
 yaitu TB-paru  BTA positif :
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak
 SPS hasilnya BTA positif.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif
 dan foto toraks dada menunjukkan gambaran 
tuberkulosis.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik. ( Wiyono, 2005)
 Kriteria  Kondisi Sputum yang Baik
Untuk memperoleh kondisi sputum yang baik, Petugas laboratorium harus memberikan penjelasan mengenai penting nya pemeriksaan sputum baik pemeriksaan pertama maupun pemeriksaan sputum ulang.
Memberi penjelasan tentang batuk yang  benar untuk mendapatkan sputum yang dibatukkan dari bagian dalam paru-paru setelah beberapa kali bernafas dalam, dan tidak hanya air liur dari dalam mulut. Teliti pula volume sputumnya yaitu 3-5ml. 
Kondisi sputum untuk pemeriksaan Labolatorium adalah penting. Sputum yang baik mengandung beberapa partikel atau sedikit kental dan berlendir, kadang-kadang malah bernanah dan berwarna hijau kekuningan
(Bastian, Ivan dan Lumb, Richard.  2008)
Kondisi sputum ada 5 kriteria yang didapatkan  ketika menerima specimen sputum yaitu :
1.      Purulen yaitu kondisi sputum dalam keadaan kental dan lengket.
2.      Mukopurulen yaitu kondisi sputum dalam keadaan kental, berwarna kuning kehijauan.
3.      Mukoid yaitu kondisi sputum dalam keadaan berlendir dan kental
4.      Hemoptisis yaitu kondisi sputum dalam keadaan bercampur darah
5.      Saliva yaitu Air liur.



 





Gambar 1.  Tampilan fisik kondisi sputum


 Kriteria Kualitas Pewarnaan yang Baik
Mycobacterium Tuberculosis mempunyai lapisan dinding lipid (Mycolic Acid) yang tahan terhadap asam.  Oleh karena itu, prinsip pewarnaan Ziehl Neelsen adalah melalui proses pemanasan yang dapat mempermu-dah masuknya Carbol Fuchsin ke dalam dinding sel.  Dinding sel tetap mengikat zat warna Carbol Fuchsin walaupun didekolorisasi dengan asam alkohol.
Kualitas sediaan preparat TB-Paru yang baik tentunya harus memenuhi kriteria sebagai berikut kualitas ukuran, kualitas kerataan, kualitas ketebalan, kualitas kebersihan, dan kualitas pewarnaan.
Kualitas pewarnaan yang baik di tentukan oleh prosedur kerja pewarnaan yang benar dan mutu zat warna yang baik sehingga diperoleh kualitas pewarnaan yang baik secara Makroskopis (latar belakang biru) dan secara Mikroskopis (sel BTA bewarna merah). 
Untuk pemeriksaan mikroskopis, jarak waktu antara pengumpulan dan pewarnaan adalah kecil. Idealnya, sampel sputum harus di proses secepat mungkin (<48 jam) walupun demikian, hasil pemeriksaan tetap dapat di terima pada sputum yang tertunda selama beberapa minggu (Fujiki, 2005).








i-3


52-1




 











Gambar 2.  Kualitas pewarnaan Ziehl Neelsen yang baik






 






Gambar 3.  Kualitas pewarnaan Ziehl Neelsen yang jelek

Unsur Penilaian Sediaan Dahak
Penilaian kualitas dahak ( secara mikroskopis)
1.Adanya Lekosit
Adanya lekosit lebih dari 25 sel perlapang pandang pada pembesaran 100 x atau adanya makrofag ( Dust cell ) menandakan dahak berkualitas baik.
Penilaian tampilan sediaan dahak
2.Ukuran sediaan dahak
Ukuran sediaan yang baik adalah 1 x 2 cm   atau 2 x 3 cm. Pda garis horizontal/ garis tengah sediaan dahak akan terdapat 100 sampai 150 lapangan pandang mikroskopis.
3.Kerataan sediaan dahak
Dahak harus tersebar rata pada kaca sediaan, tidak terlalu tebal dan tidak terlalu Tipis.
4.Ketebalan sediaan dahak
Sediaan dahak dengan ketebalan yang cukup sebelum pewarnaan dapat dinilai. Dengan melihat huruf cetak pada kertas yang dibaca dengan jarak 4-5 cm. Bila huruf –huruf tersebut tidak dapat terbaca, berarti sediaan dahak terlalu tebal. Sediaan yang telah diwarnai dapat dinilai ketebalannya dengan mengamati dibawah mikroskop, jika seluruh lapangan pandang dapat dilihat dengan jelas berarti ketebalannya memenuhi syarat.
Penilaian teknik pewarnaan ( secara mikroskopis )
5.Dekolorisasi ( pelunturan)
Carbol Fuchsin Carbol Fuchsin pada sediaan dahak harus dilakukan dekolorisasi menggunakan
    alkohol asam. Bila warna Carbol Fuchsin masih tetap tersisa pada sediaan
    dahak ( terlihat sebagai warna merah ) berarti dekolorisasi kurang baik.
6.Kebersihan sediaan dahak
    Adanya endapan warna, kotoran dan lainya harus dihindari, karena  
    mengganggu pembacaan mikroskopis.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis melakukan penelitian tentang gambaran kondisi sputum dan kualitas sediaan BTA dalam menegakkan diagnosa penyakit TB-paru di puskesmas kota Bandar Lampung tahun 2011.
Hasil penelitian ini  dapat memberikan informasi kepada Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung sebagai bahan evaluasi tentang tingkat keberhasilan pemeriksaan TB Paru. Memberikan informasi sebagai bahan evaluasi bagi tenaga analis kesehatan yang bekerja dipuskesmas khususnya dalam mengamati jenis kondisi sputum dan pewarnaan sediaan sputum yang berkualitas baik. Memberikan informasi kepada Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang sebagai data untuk bisa dilakukan penelitian lebih lanjut.

METODE

   Penelitian ini dengan desain studi deskriptif  yaitu memberikan gambaran tentang kondisi sputum dan kualitas sediaan BTA dalam menegakkan diagnosa penyakit TB-paru di puskesmas kota Bandar Lampung tahun 2011.
Penelitian ini telah dilakukan di puskesmas yang berada di kota Bandar Lampung  pada bulan   Juli  sampai Agustus 2011.
    Populasi dalam penelitian ini  adalah seluruh seluruh pasien yang berobat di puskesmas kota Bandar Lampung tahun 2011, berjumlah 966 orang   berdasarkan jumlah BTA (+) sampai dengan akhir Desember tahun 2010 ( Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung,2011 )
   Sampel diperoleh dengan menggunakan kriteria sampel.
Sampel  adalah sputum ( dahak ) yang diamati kondisi sputum dan sediaan BTA dari sputum pagi, berasal dari pasien yang memeriksakan diri  dan direkomendasi oleh dokter untuk diperiksa di puskesmas  kota Bandar  Lampung  tahun  2011.
Jumlah sampel diperoleh berdasarkan besar sampel yaitu 270 kemudian ditambah 15 % sehingga besar sampel menjadi 311 sputum
( dahak ) penderita.
    Metode pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan  Purposive Sampling yaitu sampel ditentukan karena adanya tujuan tertentu.
( Heru Subaris Kasjono )
    Cara pengumpulan data :
Melakukan identifikasi penderita yang sputumnya diperiksa, mengisi kuesioner tentang kondisi sputum dan kualitas sediaan BTA kemudian melakukan pemeriksaan mikroskopis BTA.
1.Identifikasi sputum
a.Sputum Mukoid, purulendan mukopurulen
   dibuat preparat apus.
b.Sputum Hemoptisis dibuat perlakuan
     khusus, yaitu : Sputum dengan darah sedikit, dipilih bagian sputum yang tidak mengandung darah dibuat sediaan preparat apus seperti biasa. Sputum dengan darah sedang, buat sediaan kemudian di fiksasi dan genangi dengan air bersih/ aquades, lalu di goyang sampai warna merah hilang. Lalu air
dibuang dan bilas lagi dengan air,  keringkan
c.Sputum cair/Saliva dibuat perlakuan khusus,
   yaitu : Sediaan preparat dibuat berlapis-lapis,buat apusan biasa setelah kering buat apusan lagi di atas nya. Demikian di ulang beberapa kali sampai ketebalannya cukup.
Pemberian Nomor Identitas Sediaan
Kaca sediaan dipegang pada kedua sisinya untuk menghindari sidik jari pada badan kaca sediaan.
Setiap kaca sediaan diberi nomor identitas sediaan sesuai dengan identitas pada pot sputum dengan menggunakan spidol permanen atau pensil kaca. Pemberian nomor identitas sediaan ditujukan untuk mencegah kemungkinan tertukarnya sediaan.
Huruf A atau B atau C, A menunjukkan sputum sewaktu pertama, B untuk sputum pagi dan C untuk sputum sewaktu kedua.
Pembuatan Preparat Apus Sputum
Diambil pot sputum dan kaca sediaan yang beridentitas sama dengan pot sputum. Lalu pot dibuka dengan hati-hati untuk menghindari terjadinya droplet (percikan sputum), lalu dibuat apusan sebagai berikut:
a.Sputum diambil dengan lidi sampel pada bagian yang purulen.
b.Sputum disebarkan secara spiral kecil-kecil pada permukaan kaca sediaan  dengan ukuran 2x3 cm.
c.Sputum dikeringkan pada temperatur kamar.
d.Lidi bekas dimasukkan ke dalam wadah berisi desinfektan.
e.Sediaan kaca dijepit dengan pinset dan difiksasi 2-3 kali melewati api spritus.
f.Apusan dipastikan menghadap ke atas.
Pewarnaan Sediaan dengan Metode Ziehl Neelsen
-Sediaan sputum yang telah difiksasi diletakkan pada rak dengan hapusan sputum menghadap ke atas.
-Sediaan sputum diteteskan larutan Carbol Fuchsin 0,3% pada hapusan sputum sampai menutupi seluruh permukaan sediaan sputum.
-Sediaan sputum dipanaskan dengan nyala api spritus sampai keluar uap selama 3-5 menit. Zat warna tidak boleh mendidih atau kering. Apabila mendidih atau kering maka Carbol Fuchsin akan terbentuk kristal (partikel kecil) yang dapat dilihat seperti kuman TBC.
-Api spritus disingkirkan dan sediaan didiamkan sediaan selama 5 menit.
Sediaan dibilas dengan air mengalir pelan sampai zat warna yang bebas terbuang.
-Sediaan diteteskan dengan asam alkohol (HCl Alkohol 3%) sampai warna merah fuchsin hilang.
-Sediaan dibilas dengan air mengalir pelan.
-Sediaan diteteskan kembali sediaan dengan methyline blue 0, 3%.
-Sediaan didiamkan 10-20 detik.
Sediaan dibilas dengan air mengalir pelan.
-Sediaan dikeringkan sediaan di atas rak pengering di udara terbuka (jangan di bawah matahari langsung).
Pembacaan Sediaan
-Sediaan yang telah diwarnai dan sudah kering diperiksa di bawah mikroskop binokuler.
Pembacaan sediaan sputum :
-Lapang pandang dicari lebih dahulu dengan objektif 10x.
-Sediaan diteteskan satu tetes minyak emersi di atas apusan sputum.
-Sediaan diperiksa dengan menggunakan lensa okuler 10x dan objektif 100x.
-Basil Tahan Asam (BTA) yang berbentuk batang berwarna merah dicar


 







Gambar 5.  Karakteristik BTA

-Sediaan digeserkan menurut arah seperti gambar di bawah ini dengan memeriksa paling sedikit 100 lapang pandang atau dalam waktu kurang lebih 10 menit, dengan cara menggeserkan sediaan.






                         Gambar 6. 
     Arah pergeseran sediaan sputum

-Sediaan sputum yang telah diperiksa kemudian direndam dalam xylol selama 15-30 menit, lalu disimpan dalam kotak sediaan.
Pembacaan hasil :
Pembacaan hasil pemeriksaan sediaan sputum dilakukan dengan menggunakan skala IUATLD sebagai berikut :
Negatif (-)  : Jika tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang.
Scanty  : Ditulis jumlah kuman yang ditemukan, jika ditemukan 1-9 BTA  dalam 100 lapang pandang.
+ atau (1+) :  Jika ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang.
++ atau (2+) :  Jika ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, minimal dibaca 50 lapang pandang.
+++ atau (3+)    :  Jika ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang, minimal dibaca 20 lapang pandang.
Penulisan gradasi hasil bacaan penting untuk menyatakan keparahan penyakit dan tingkat penularan penderita tersebut.  Bila ditemukan 1-3 BTA dalam 100 lapang pandang, pemeriksaan harus diulang dengan specimen sputum yang baru.  Bila hasilnya tetap 1-3 BTA, hasilnya maka dilaporkan negatif.  Bila ditemukan 4-9 BTA, maka dilaporkan positif (Depkes RI, 2002).



HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil Analisis Univariat diuraikan gambaran distribusi frekuensi dari  variabel yang diamati yaitu kondisi sputum ( purulen, mukopurulen, mukoid, hemoptisis, saliva ) dan kualitas sediaan BTA ( ukuran, kerataan, ketebalan, pewarnaan, kebersihan ).

Jumlah sputum
Tabel 4.1.1
Distribusi Frekuensi Jumlah sputum yang diperiksa dari gambaran  kondisi sputum dan kualitas sediaan BTA dalam menegakkan diagnosa penyakit TB-paru di puskesmas kota Bandar Lampung tahun 2011.
Puskesmas
Frekuensi
Persen ( % )

Gedong Air
Kampung Sawah
Kemiling
Pasar Ambon
Panjang
Rajabasa Indah
Satelit
Sukabumi
Sukaraja
Sukarame
Sumur Batu
Way Halim
26
26
26
25
26
25
47
26
26
25
26
26
7,9
7,9
7,9
7,6
7,9
7,6
14,2
7,9
7,9
7,6
7,9
7,9

Total
330
100

Dari sejumlah 330 sputum yang diperiksa berasal dari 12 puskesmas. Jumlah sampel dari masing-masing puskesmas sama yaitu 26 sputum ( 7,9 % ) kecuali puskesmas Pasar Ambon, Rajabasa Indah, dan Sukarame 25 sputum ( 7,6 % ) dan puskesmas Satelit 47 sputum ( 14,2 )


 Hasil Pemeriksaan BTA
Tabel 4.1.2
Distribusi Frekuensi hasil pemeriksaan BTA dari gambaran  kondisi sputum dan kualitas sediaan BTA dalam menegakkan diagnosa penyakit TB-paru di puskesmas kota Bandar Lampung tahun 2011.

Hasil Pemeriksaan BTA
Frekuensi
Persen ( % )
Negatif
294
89,1
Positif
36
10,9
Total
330
100

Dari sejumlah 330 sputum yang diperiksa, hasil pemeriksaan BTA negatif  294 sputum
( 89,1 % ) dan hasil pemeriksaan BTA positif 36 sputum ( 10,9 % )
Tabel 4.1.3
Distribusi Frekuensi hasil pemeriksaan BTA dari 12 puskesmas ( PRM )
tahun 2011.

Hasil Pemeriksaan BTA
Frekuensi
Persen
( % )
Negatif
293
88,78
Positif
37
11,22
Total
330
100

Dari sejumlah 330 sediaan yang diperiksa, hasil pemeriksaan BTA negatif  293 sputum
( 88,78 % ) dan hasil pemeriksaan BTA positif 37 sputum ( 11,22 % ). Dari sediaan yang positif, ada perbedaan hasil penelitian dengan hasil pemeriksaan dari PRM yaitu :
Jumlah sediaan hasil penelitian 36 sediaan , jumlah sediaan hasil pemeriksaan PRM 37 sediaan. 1 sediaan hasil penelitian negatif, hasil pemeriksaan  PRM positif  sebesar 0,32 %. 1 sediaan hasil penelitian positif 3 ( +++ ), sedangkan hasil pemeriksaan PRM positif 2 ( ++ ) sebesar 5,55 %. 1 sediaan  hasil penelitian positif 2 ( ++ ), sedangkan hasil pemeriksaan PRM positif  1 ( + ) sebesar
 5,55 %.







Tabel 4.1.4
Distribusi Frekuensi   gambaran kondisi sputum dan kualitas sediaan BTA dalam menegakkan diagnosa penyakit TB-paru di puskesmas kota Bandar Lampung tahun 2011.


Variabel Penelitian
Hasil Pemeriksaan BTA
Total
Negatif
Positif
n
%
n
%
n
%
Kondisi sputum
Baik
Buruk

194
100

66
35

33
3

91,1
8,3

227
103

100
100
Purulen
Ya
Tidak

97
197

33
67

32
4

88,9
11,1

129
201

100
100
Mukopurulen
Ya
Tidak

93
201

31,6
68,4

32
4

88,9
11,1

125
205

100
100
Mukoid
Ya
Tidak

83
211

28,3
71,7

36
0

100
0

119
211

100
100
Hemoptisis
Ya
Tidak

0
294

0
100

16
20

44,4
55,6

16
314

100
100
Saliva
Ya
Tidak

98
196

33,3
66,7

0
36

0
36

98
232

100
100
Kualitas Sediaan
Baik
Buruk

198
95

67,3
32,3

33
4

91,7
8,6

231
99

100
100
Kebersihan
Bersih
Kotor

274
20

93,2
6,8

34
2

94,4
5,6

308
22

100
100
Ukuran
Benar
Salah

291
3

99
1

36
0

100
0

327
3

100
100
Kerataan
Rata
Tidak rata

194
100

66
34

33
3

91,7
8,3

227
103

100
100
Ketebalan
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat

197
97

67
33

33
3

91,7
8,3

230
100

100
100
Pewarnaan
Baik
Buruk

195
99

66,3
33,7

31
5

86,1
13,9

226
104

100
100

Dari sejumlah 330 sputum yang diperiksa kondisi sputum baik 227 sputum ( 68,8 % ) dan kondisi sputum buruk 103 sputum ( 31,2 % ), dan dari 36 sediaan BTA positif, sejumlah 33  ( 91,1 % ) sputum kondisi baik. Sejumlah 330 sediaan BTA yang diperiksa, kualitas sediaan baik sejumlah 198  ( 67,3 % ) sediaan. Sedangkan kualitas sediaan buruk 95 ( 32,3 % ) sediaan, dari 36 sediaan BTA dengan hasil pemeriksaan positif, dengan kualitas sediaan baik 33 ( 91,7 % ) sediaan. 

 Pembahasan
    Berdasarkan pnelitian yang telah dilakukan, karena keterbatasan waktu dan dana sehingga hanya 12 puskesmas  dari  27 puskesmas rujukan mikroskopis yang berada di kota Bandar Lampung yang  diperiksa.
    Hasil pemeriksaan penelitian yang menunjukkan sediaan BTA positif  36 ( 10,9 % ) dari 330 sediaan, dan hasil negatif  294 sediaan ( 89,1 % ),  ada perbedaan terhadap hasil pemeriksaan dari  puskesmas PRM sebesar 0,32 %. Jumlah sediaan hasil pemeriksaan PRM sediaan BTA positif  37 sediaan. 1 sediaan hasil penelitian negatif, hasil pemeriksaan  PRM positif.  Dari sediaan BTA (+) juga terdapat pebedaan hasil dalam menentukan tingkat kepositifan ( gradasi ) yaitu sebesar 5,55 %.
1 sediaan hasil penelitian positif 3 ( +++ ), yaitu jika ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang, minimal dibaca 20 lapang pandang. Sedangkan hasil pemeriksaan puskesmas PRM positif 2 ( ++ ) Jika ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, minimal dibaca 50 lapang pandang.
 1 sediaan  hasil penelitian positif 2 ( ++ ), sedangkan hasil pemeriksaan puskesmas PRM positif  1 ( + ) artinya jika ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang. Perbedaannya sebesar  5,55 % .
gradasi hasil bacaan penting untuk menyatakan keparahan penyakit dan tingkat penularan penderita tersebut. (Depkes RI, 2002).
Kondisi sputum baik   68,8 % ( 227 sputum ) dan kondisi sputum buruk 31,2 %
( 103 sputum ),  hasil cross check dari Balai Laboratorium Kesehatan triwulan III th 2010, dari 332 sputum yang diperiksa kondisi sputum baik  76,2 % ( 253 sputum ) dan sputum buruk 23,9 % ( 79 sputum ). Sputum yang diperiksa dari hasil penelitian dengan kondisi buruk lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil cross check BLK th 2010, karena kondisi sputum dlm bentuk saliva lebih banyak, disebabkan tidak semua suspec mampu mengeluarkan dahak/sputum dengan benar. 
 Purulen
    Hasil penelitian Kondisi sputum yang purulen 39 % ( 129 sputum ) sedangkan hasil penelitian Emi Gusnida (2010)  37,93 %  ( 33 sputum ) . Dari 36 sputum yang (+) BTA ,  69,4 % ( 25 sputum ) diantaranya dengan kondisi purulen. Hal ini disebabkan karena  kondisi sputum purulen,kreteria kondisi sputum baik.
Mukopurulen
    Hasil penelitian kondisi sputum mukopurulen 37,9 % ( 125 sputum ), hasil penelitian lain diperlihatkan Emi Gusnida  6,9 % ( 6 sampel ) Dari 36 sputum yang (+) BTA, 86,1 % ( 31 sputum) dengan kondisi sputum  mukopurulen. kondisi sputum mukopurulen adalah yang terbaik dan kecenderungan mudah ditemukan bakteri Mycobacterium tuberculosa.
 Mukoid
    Hasil penelitian kondisi sputum mukoid  35,5 % ( 117 sputum ), sedangkan hasil penelitian Emi Gusnida 32,18 % ( 28 sampel ). Dari 36 sputum yang (+) BTA,97,2 % ( 35 sputum )   dengan kondisi sputum  mukoid. Kondisi sputum mukoid, kriteria kondisi sputum baik.
 Hemoptisis
    Hasil penelitian kondisi sputum hemoptisis 44,4 % ( 16 sputum )
 Saliva
    Hasil penelitian kondisi sputum saliva dari sediaan BTA positif, tidak ada kondisi sputum dalam bentuk saliva. Kondisi sputum saliva adalah sputum dengan kualitas buruk sehingga tidak disaran untuk dijadikan specimen pemeriksaan BTA.
 Kualitas Sediaan
    Hasil Penelitian kualitas sediaan baik 70,0 % ( 231 sediaan ), hasil penelitian lain oleh Misdalina ( 2010 ) 77,3 % ( 167 sediaan ) . Dari 36 sediaan yang (+) BTA, 86,1 % ( 31sediaan )  dengan kualitas sediaan baik. Kualitas sediaan sangat berpengaruh terhadap pembacaan hasil pada mikroskop.
Kebersihan
    Hasil penelitian kebersihan sediaan bersih 93,3 % ( 308 sediaan ), yaitu tidak ada sisa-sisa zat warna fuchsin, kotoran, serta kristal yang dihasilkan dari pemanasan berlebih saat pewarnaan. Hasil penelitian Misdalina (2010 ) 61,6 % ( 133 sediaan ). Dari 36 sediaan yang (+) BTA, 86,1 % ( 31 sediaan ) kualitas sediaan  bersih. Sediaan yang bersih akan memudahkan membaca hasil secara mikroskopis.
Ukuran
    Hasil penelitian sediaan dengan ukuran yang benar 99,1 % ( 327 sediaan ), yaitu ukuran sediaan 2x3 cm. Dari 36 sediaan yang (+) BTA dengan ukuran  benar 94,4 % ( 34 sediaan )
Kerataan
    Hasil penelitian sediaan dengan kerataan, yaitu tidak terlihat bagian yang kosong pada kaca objek. Sejumlah sediaan yang rata 68,8 % ( 227 sediaan ), dari 36 sediaan yang (+) BTA, sediaan yang rata  91,7 % ( 33 sediaan ),sedangkan sediaan yang tidak rata 8,3 %
( 3 sediaan ), Kerataan dari kualitas sediaan sangat mempengaruhi hasil pembacaan dibawah mikroskop, jika sediaan tidak rata maka akan menyebabkan tidak terlihat / tertutup dengan epitel-epitel sel , disisi lain lapangan pandang tampak kosong, sehingga menyebabkan salah dalam menentukan tingkat kepositifannya. Penulisan gradasi hasil bacaan  penting untuk menyatakan keparahan penyakit dan tingkat penularan penderita tersebut. Dan dapat merugikan penderita, serta menyebabkan program pemberantasan Tb-paru menjadi kurang tepat.Terlihat adanya perbedaan hasil dalam menentukan tingkat kepositifan yaitu sebesar 5,55 %.
 Ketebalan
    Hasil penelitian sediaan dengan ketebalan yang memenuhi syarat 69,7 % ( 230 sediaan ), yaitu diperiksa dengan cara memegang sediaan BTA 4-5 cm diatas surat kabar dan terlihat huruf-huruf tulisannya masih dapat dibaca. Dari 36 sediaan yang (+) BTA, sediaan yang ketebalannya memenuhi syarat 91,7 % ( 33 sediaan ).
Ketebalan dari kualitas sediaan sangat berpengaruh menentukan tingkat kepositifan ( gradasi ) suatu sediaan. Jika ketebalannya tidak memenuhi syarat ( terlalu tebal ), dikhawatirkan bakteri BTA tidak terlihat, karena tertutup dengan epitel-epitel sel sehingga salah dalam melakukan interpretasi hasilnya. Terlihat adanya perbedaan hasil dalam menentukan tingkat kepositifan yaitu sebesar
5,55 %.
 Pewarnaan
Hasil penelitian sediaan dengan pewarnaan yang baik 68,5 % ( 226 sediaan ),yaitu kuman BTA terlihat jelas dengan warna merah terang dengan latar belakang biru tanpa ada sisa-sisa zat warna Fuchsin.  Hasil penelitian Misdalina (2010) 68,1 %
( 147 sediaan ). Dari 36 sediaan yang (+) BTA, sediaan dengan kriteria pewarnaan baik 86,1 % ( 31 sediaan ). Dan kualitas sediaan dengan pewarnaan buruk sebesar 13,9 % ( 5 sediaan ). Hasil pewarnaan yang buruk menyebabkan salah dalam menentukan positif atau negatif, karena kuman BTA tidak terlihat jelas.
Terlihat adanya perbedaan hasil sebesar 0, 32 % ( 1 sediaan ).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.Jumlah sputum yang diperiksa 330, Jumlah sputum dengan hasil (+) BTA 10,9 %
( 36 sputum ), Kondisi sputum  kriteria baik dari hasil (+) BTA 91,1 % ( 33 sputum ), Kualitas sediaan dengan kriteria baik dari hasil (+) BTA 91,1 %  ( 33 sediaan ).
2.Ada perbedaan hasil pembacaan sediaan BTA secara mikroskopis, dibandingkan  hasil dari 12 puskesmas rujukan mikroskopis
( PRM )  berdasarkan kualitas sediaan BTA sebesar 0,32 %, dan perbedaan  menentukan  tingkat kepositifan ( gradasi ) sebesar 5,55 %.

DAFTAR RUJUKAN

Anonimous.  2008.  Pedoman Nasional
      Penanggulangan Tuberkulosis.  Edisi
     Cetakan Kedua.  Depkes RI.  Jakarta.
Bastian, Ivan dan Lumb, Richard.  2004.   
      Buku Pegangan Untuk Kursus Singkat  
      Deteksi dan Pemantauan Tuberkulosis.   
     Departemen Kesehatan.  Jakarta
Depkes.R.I, 2008 Pedoman Nasional  
      Penanggulangan Tuberkulosis edisi 2   
      cetakan 2
Fujiki, Akiko.  2005.  Pemeriksaan Sediaan
      Dahak Yang Baik Menjamin Kualitas
      Program Penanggulangan TB, dalam
      Pelatihan Mikroskopis BTA. The
      Research Institute of Tuberkulosis.
      Tokyo, Japan.
Girsang, 2002. Kesalahan-kesalahan dalam  
       pemeriksaan sputum BTA pada program penanggulangan TB terhadap  
     beberapa pemeriksaan dan
    Identifikasi penyakit TB. Jakarta : Media
    Libang Kesehatan  Vol.IX.3
Heru Subaris Kasjono, Yasril, 2009.Teknik  
      Sampling untuk penelitian kesehatan,  
      Graha Ilmu Yogyakarta
Profil Kesehatan Prop.Lampung, 2010


Stanley Lemeshow, D.W.Hosmer Jr, J.Klar,  
      1997 Besar Sampel dalam penelitian 
      kesehatan, edisi bhs.Indonesia, Gajah  
      Mada University Press, September 1997
Widoyono, 2008, Penyakit tropis   
      Epidemiologi,penularan, pencegahan,
      dan pemberantasannya, Erlangga, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar