Sabtu, 15 September 2012

Jurnal penelitian Resistensi bakteri


GAMBARAN PENINGKATAN RESISTENSI BAKTERI ( INVITRO ) PENYEBAB INFEKSI NOSOKOMIAL PADA SAMPEL LUKA PASCA OPERASI TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIK
Siti Aminah,S.Pd, Misbahul Huda, M.Kes
Abstrak
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang diperoleh selama penderita mendapat perawatan di rumah sakit dan penderita tidak berada dalam masa inkubasi suatu penyakit infeksi . Infeksi nosokomial tidak hanya meningkatkan angka kematian, angka kesakitan, serta penderitaan, tetapi juga meningkatkan biaya perawatan dan pengobatan yang harus ditanggung penderita. Berkisar 5-15 % penderita yang dirawat dirumah sakit mengalami infeksi nosokomial
( Indan Entjang,2001 )
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui   peningkatan persentase resistensi bakteri penyebab infeksi nosokomial sampel luka pasca operasi pasien rujukan rumah sakit dari April sampai dengan Juni2008 terhadap antibiotik Amikacin, Amoxicillin, Ampicillin, Chloramphenicol, Ciprofloxacine, Gentamicin, Netilmicin, Norfloxacine, Sulfonamides, Tetracycline. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Juni 2008, Desain studi Desktriptif dengan pendekatan individu laporan resistensi bakteri penyebab infeksi nosokomial di UPTD Balai Laboratorium Kesehatan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah terjadi peningkatan resistensi yang berfariasi dari 5 jenis bakteri penyebab infeksi pasca operasi terhadap 10 jenis antibiotik yang diujikan. Jenis antibiotik Ampicillin yang paling rendah daya bacteriocidnya, karena terjadi peningkatan resisten 6,5 % - 61,76 % terhadap bakteri Escherichia coli, Proteus sp, Pseudomonas aeruginosa. Penggunaan antibiotik Ampicillin dan Amikacin secara terus menerus dan tidak terkendali menyebabkan daya bacteriocidnya rendah.

Kata Kunci  Infeksi nosokomial, Resistensi, Antibiotik


   Infeksi Nosokomial adalah infeksi yg diperoleh selama penderita mendapat
perawatan dirumah sakit.Penyakit infeksi ini tidak diderita pada waktu masuk ke
rumah sakit dan penderita tidak berada dalam masa inkubasi suatu penyakit infeksi .
   Infeksi nosokomial tidak hanya meningkatkan angka kematian,angka kesakitan serta penderitaan,tetapi juga meningkatkan biaya perawatan dan pengobatan yang harus ditanggung penderita .Berkisar  5-15 % penderita yang dirawat dirumah sakit mengalami infeksi nosokomial.(Indan Entjang,2001)
   Terjadinya infeksi nosokomial disebabkan oleh beberapa faktor agenpenyakit,reservoir,lingkungan,penularan,hospes.( Suharto )
Jenis infeksi nosokomial yang sering terjadi adalah infeksi traktus urinarius 41 % infeksi luka pasca operasi 20 % , infeksi traktus respiratorius 16 % bakteriaemia 6 %, infeksi kulit 6 %, dan lain-lain 11 %. Infeksi nosokomial pada pasca operasi dapat terjadi karena mikroba berasal dari floral normal tubuhnya ,bakteriaemia,kontaminasi dari ruang operasi,atau kontaminasi ruang perawatan pasca operasi.
(Indan Entjang, 2001 )
   Tingginya resiko terkena infeksi nosokomial pasca operasi dapat memberikan gambaran tentang begitu pentingnya heiginitas rumah sakit.
( Brunner )
    Mikroba ini menular melalui makanan, udara,obat,alat kesehatan atau kontak langsung
Melalui tangan medis,paramedik atau personil rumah sakit yang lain. Pencegahan infeksi nosokomial dapat dilakukan terutama melalui peran serta medis,paramedis atau personil rumah sakit dalam bekerja secara aseptik, peningkatan kebersihan rumah sakit, kebersihan penyediaan makanan, pembuangan sampah yang benar, pemberantasan vektor penyakit
( lalat,nyamuk ). ( Indan Entjang, 2001 )
    Infeksi luka pasca operasi yang disebabkan oleh infeksi nosokomial adalah infeksi yang diperoleh seseorang akibat kurang sterilnya peralatan operasi, udara ruang operasi atau udara ruang perawatan pasca operasi. Pasien pasca operasi yang sedang mengalami suatu luka akibat tindakan operasi baik besar maupun kecil sangat rentan terjadinya infeksi melalui kontaminasi bakteri dari peralatan operasi, ruang operasi atau ruang perawatan pasca operasi. ( Aidelfielt )
    Bakteri yang sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah Escherichiacoli, Staphylococcus  ,Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella sp,
Proteus sp.( Indan Entjang, 2001, Brunner )
    Escherichia coli adalah kuman oportunis yang banyak ditemukan didalam usus besar
manusia sebagai flora normal. ( Karsinah)
Pasien yang mengalami operasi merupakan pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk mendapatkan infeksi,karena kondisi tubuh lemah,dengan imunitas tubuh yang rendah .Infeksi pasca operasi yang disebabkan oleh Escherichia coli sebagian besar berasal dari tangan petugas medis yang telah terkontaminasi bakteri ,pemakaian akateter lebuh dari 72 jam,peralatan yang diapakai untuk membersihkan luka,serta ruang perawatan yang tidak steril,atau dari air yang digunakan untuk membersihkan tubuh pasien. ( Utama,2006 )   

    Proteus sp dapat menyebabkan infeksi pada manusia ketika bakteri ini meninggalkan traktus intestinal.Proteus vulgaris dan Proteus morganii merupakan pathogen infeksi nosokomial.Isolat Proteus sp mempunyai kepekaan yang beragam terhadap antibiotic.
( Ramlah, Beni,2006 )
    Klebsiella sp merupakan salah satu bakteri penyebab infeksi nosokomial yang paling sering ditemui pada pasien yang dirawat dirumah sakit,biasanya penyebab infeksi nosokomial terlebih dahulu menginfeksi pasien pasca operasi .Potensi pathogen bakteri Klebsiella sp awalnya tergantung dari kemampuananya untuk melakukan invasi bertahan hidup dan berkembang biak dalam jaringan tubuh pasien, menghambat pertahanan tubuh dan dapat menyebabkan kerusakan jaringan tubuh pasien,sehingga perlu dilakukan pengobatan dengan antibiotic.
Keadaan ini juga dapat megakibatkan bakteri Klebsiella sp menjadi resisten terhadap antibiotic.Penyebabnya karena kemampuan organisme untuk merusak antibiotic,sehingga dapat terjadi mutasi yang menyebabkan sel menjadi tidak dapat dilewati oleh antibiotic.
( Sumarno,2000 ) 
    Pseudomonas aeruginosa tersebar luas dialam dan biasanya ada dilingkungan lembab rumah sakit.
Pseudomonas aeruginosa menjadi patogenik ketika berada pada tempat dengan daya tahan tidak normal atau imunitas tubuh rendah.misalnya pada infeksi luka pasca operasi dimulai dari terbentuknya lesi dan berlanjut kebercak nekrotik yang sering tertutup eskar pada luka yang dapat menjadi sistemik.
Jika menggunakan kateter pembulu darah atau saluran kemih.Bakteri menempel dan menyerang selaput lendir atau kulit menyebar dan berakibat penyakit sistemik.Proses ini dipercepat oleh pili,enzyme dan toksin.Lipopolisakarida mempunyai peran langsung yang menyebabkan demam.
( Arini,1995 ) 
    Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri penyebab infeksi nosokomial.
Infeksi Staphylococcus aureus disebabkan oleh kontaminasi langsung pada luka misalnya pada infeksi luka pasca operasi.Ditandai dengan munculnya furunkel atau abses local lainnya,diikuti dengan reaksi peradangan dan nyeri yang mengalami pernanahan.
( Jawetz,2005)
    Sejak ditemukannya antibiotic pertama kali, pengobatan penyakit infeksi menggunakan antibiotic. Kemajuan teknologi saat ini dapat menyebabkan jumlah dan jenis antibiotic yang bermanfaat secara klinis makin meningkat dari tahun ketahun,sehingga diperlukan ketepatan yang tinggi dalam memilih antibiotik.
    Pemberian antibiotik pada suatu penyakit infeksi, perlu diperhatikan gejala klinik, jenis dan patagonitas bakterinya, serta kesanggupan mekanisme daya tahan tubuh. Penyakit dengan gejala klinik ringan tidak perlu segera mendapatkan antibiotik. Menunda pemberian antibiotik justru memberi kesempatan terangsangnya mekanisme kekebalan tubuh,tetapi penyakit infeksi dengan gejala yang berat walaupun belum membahayakan,apabila telah berlangsung untuk beberapa waktu lamanya dengan sendirinya memerlukan terapi antibiotic.( Arini dkk,1995)                  
   Ketidaktepatan pemilihan antibiotik dapat mengakibatkan  bakteri resisten  terhadap antibiotik. ( Martinah )
Resistensi sel bakteri ialah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan bakteri oleh antibiotik. Sifat ini dapat merupakan suatu mekanisme alamiah untuk bertahan hidup. Faktor yang menentukan sesuatu resistensi atau sentifitas bakteri terhadap antibiotic terdapat pada elemen yang bersifat genetik. Sifat genetik dapat menyebabkan bakteri sejak awal resisten terhadap suatu antibiotik (resistensi ilmiah),contohnya bakteri gram negatif
(Pelzar dkk,1988; Arini dkk, 1955).   
Bakteri yang semula peka terhadap antibiotik dapat berubah sifat genetiknya.Hal ini terjadi karena bakteri memperoleh elemen ganetik yang membawa sifat resisten, keadaan ini dikenal sebagai resistensi yang didapat (aquired resistance).Elemen resistansi dapat diperoleh dari luar disebut resistensi yang dipindahkan (transferred resistance, dapat pula karena mutasi genetik spontan atau akibat rangsangan antibiotik (induce resistance).
(Arini dkk, 1995).
Pengujian Resistensi bakteri terhadap antibiotik secara invitro di laboratorium,  perlu dilakukan untuk mengurangi peluang terjadinya resistensi bakteri sehingga pasien dapat memperoleh hasil pengobatan yang optimal.  Kenyataannya pemberian jenis antibiotic yang sama dari tahun ketahun  pada luka pasca operasi sering kali hanya berdasarkan infeksi dan gejala klinik kemudian dibuat perkiraan kuman penyebab dan pola kepekaannya .
   Pengujian resistensi bakteri terhadap antibiotik yang digunakan, mempunyai arti klinis yang penting. Bakteri awalnya sensitive (peka)terhadap antibiotic akan mungkin menjadi resisten terhadap antibiotik tersebut setelah selalu digunakan beberapa tahun dalam setiap terapi.Hal ini mengakibatkan sulitnya memperoleh antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri tersebut.
( Jawetz,2005 )
  Data tahun 2006-2007 dari UPTD Balai Laboratorium Kesehatan,
gambaran resistensi bakteri penyebab infeksi nosokomial Escherichia coli, Staphylococcus aureus,    Pseudomonas aeruginosa,Klebsiella sp,Proteus sp pada luka pasca operasi dengan menggunakan 10 jenis antibiotik.
Amikacin,amoxilin,ampicilin,Chloramphenicol,Ciprofloxacine,Gentamicin,Netilmicin,Norfloxacine,Sulfonamides,Tetracycline. Berkisar antara 20 – 70 % resisten.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis melakukan penelitian tentang Gambaran resistensi bakteri ( invitro ) penyebab infeksi nosokomial pasca operasi di UPTD Balai Laboratorium Kesehatan Tahun 2008.
    ingin ingin mengetahui apakah terjadi peningkatan  resistensi bakteri  penyebab infeksi nosokomial (Stafilococcus aureus, Klebsiella sp, Proteus sp, Pseudomonas aeruginosa, E.coli ) dari sample luka pasca operasi pasien rujukan rumah sakit dari  Januari 2006 sampai dengan Juni 2008 terhadap antibiotic Amikacin, amoxilin, ampicilin,
Chloramphenicol,Ciprofloxacine,Gentamicin,Netilmicin,Norfloxacine,Sulfonamide,Tetracycline
   Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi penting bagi para klinisi dalam melakukan tindakan pengobatan dalam hal pemberian antibiotik terhadap pasien pasca operasi yang mengalami infeksi nosokomial.


METODOLOGI PENELITIAN

   Penelitian ini dengan desain studi Deskriptif dengan pendekatan individu  dan laporan Kasus. Dengan melakukan Indentifikasi bakteri dan pengujian resistensi  terhadap sampel luka pasca operasi selama bulan Mei sampai dengan Juni 2008.Melakukan analisa data dari dokumen hasil pemeriksaan pengujian resistensi bakteri dari UPTD Balai Laboratorium Kesehatan Prov.Lampung dari Januari 2006 sampai dengan April 2008.  
   Jumlah sampel 335 terdiri dari  248 sampel dari data Januari 2006 s/d April 2008, dan 87 sampel berasal dari pasien rujukan RSUAM kota Bandar Lampung bulan Mei sampai dengan Juni 2008.
   Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rujukan rumah sakit Kota Bandar Lampung.
   Sampel diperoleh dengan cara mengambil bahan pemeriksaan langsung pada pasien luka pasca operasi di rumah sakit kota Bandar Lampung dan bahan pemeriksaan dari rujukan rumah sakit yang diperiksa di  UPTD Balai Laboratorium Kesehatan Prop.Lampung.
    Melakukan pemeriksaan identifikasi bakteri penyebab infeksi nosokomial terhadap sampel
1.Identifikasi Sampel
     a. Sampel ditanam pada media Blood agar plate dan Nutrient agar plate untuk    
Staphylococcus aureus Blood agar plate,Endo agar plate, Mac concey agar
plate, Triple sugar iron agar, Simmons citrate agar, Sulfur Indol motility agar,
urea agar untuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella sp,
Proteus sp.Kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam.
     b. Pengamatan koloni yang tumbuh pada media perbenihan,dari koloni tersangka dilakukan pengecatan Gram dan disub kultur di Nutrient agar miring.Inkubasi suhu 370C selama 24 jam.
     c. Dari subkultur diinokulasi pada media perbenihan karbohidrat dan biokimia.  Dan diinkubasi   suhu 370C selama 24 jam.
    d.  Dilakukan pemeriksaan biokimia
Test D-Nase, katalase,koagulase, Novobiosin untuk Staphylococcus aureus
Methyl red, Voges prouscower, Simmons citrate, Urea untuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella sp, Proteus sp ( Protap BLK, 1998 )
   2. Uji Resistensi
    a. Diambil satu ujung ose koloni bakteri isolate,dari Nutrient agar miring,
diinokulasi kedalam nutrient broth diinkubasi suhu 370C selama 24 jam.
   b.  Dibuat suspensi bakteri kemudian ditambahkan dengan larutan saline,kemudian kekeruhannya disamakan dengan standard kekeruhan Mac Farland 1.
   c.  Dimasukkan lidi kapas steril kedalam tabung suspensi bakteri tadi,biarkan suspensi meresap kedalam lidi kapas,kemudian lidi diperas dengan cara menekankan pada dinding tabung bagian dalam sambil diputar-putar.
 d. Kemudian dipulaskan pada seluruh permukaan media Mueller Hinton agar plate hingga tertutup pulasan.
  e. Dibiarkan selama 15 menit,agar suspensi bakteri kedalam media.
  f. Kemudian ditempelkan Disk antibiotic dengan menggunakan pinset steril satu- persatu dengan jarak antar disk 20 mm, diinkubasi suhu 370C selama 24 jam.
 g. Diukur diameter dalam mm zona hambat disekitar disk  dengan menggunakan zone raeder.
 h. Kemudian di bandingkan dengan standard NCCLS ( Nasional Comite for
    Laboratory Standard ) untuk dapat menentukan potensi antibiotic terhadap bakteri.( Sumarno, 2000 )


1.      Data Sekunder : diperoleh dengan cara mencatat  dokumen hasil pemeriksaan
pengujian resistensi bakteri Escherichia coli,Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa,
Klebsiella sp,Proteus sp terhadap antibiotikAmikacin,Amoxilin, Ampicilin, Chloramphenicol ,Ciprofloxacine, Gentamicin

    Netilmicin,Norfloxacine,Sulfonamides,Tetracycline  Dari UPTD Balai Laboratorium Kesehatan Prov.Lampung, dari Januari 2006- April 2007
   Data diolah dengan menghitung persentase masing-masing bakteri Escherichia coli,
        Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella sp, Proteus sp  Staphylococcus aureus yang Resisten terhadap disk antibiotic Amikacin, amoxilin, ampicilin  Chloramphenicol, Ciprofloxacine, Gentamicin, Netilmicin, Norfloxacine, Sulfonamides,Tetracycline.
              
 HASIL  PENELITIAN

Berdasarkan hasil pengumpulan data tentang gambaran resistensi bakteri infeksi nosokomial penyebab infeksi pasca operasi terhadap 10 macam antibiotik yang diperiksa di UPTD Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Lampung, diperoleh hasil sebagai berikut :


Tabel 1. Persentase Resistensi E.coli

Tahun

Jan-Des
2006

Jan- Des
2007

April-Juni
2008
Jumlah sampel (+)

133

121

38
AMP
81,2
86,8
92,1
AMC
80,5
87,6
89,5
AK
12,5
17,3
18,4
CN
57,1
46,3
57,9
NET
45,9
47,1
47,4
C
59,4
61,2
65,8
TE
74,4
75,2
76,3
S3
73,7
74,4
79
CIP
54,9
57,8
68,4
NOR
60,2
62,8
71

Bakteri E.coli resisten terhadap 10 jenis antibiotik yang diujikan, dan terjadi peningkatan jika dibandingkan data tahun 2006, 2007 dan 2008.

Tabel 2. Persentase Resistensi Klebsiella sp

Tahun

Jan-Des
2006

Jan- Des
2007

April-Juni
2008
Jumlah sampel (+)

110

92

46
AMP
23,6
95,6
65,2
AMC
41,8
53,2
32,6
AK
10
13,0
6,5
CN
23,6
52,1
23,9
NET
34,5
40,2
10,8
C
26,3
52,1
34,7
TE
32,7
59,78
32,6
S3
37,2
34,7
41,3
CIP
20
41,3
30,43
NOR
36,3
45,6
30,4

Bakteri Klebsiella sp resisten terhadap 10 jenis antibiotik yang diujikan, terjadi peningkatan pada Januarri – Desember 2007, jika dibandingkan dengan tahun Januari –desember 2006. Tetapi terjadi penurunan jika dibandingkan dengan April- Juni 2008.


Tabel 3. Persentase Resistensi Proteus sp

Tahun

Jan-Des
2006

Jan- Des
2007

April-Juni
2008
Jumlah sampel (+)

65

74

45
AMP
80
87,8
88,9
AMC
64,6
67,6
68,9
AK
10,8
10,8
24,4
CN
47,7
56,8
66,7
NET
35,4
37,8
40
C
69,2
81
82,2
TE
89,2
96
97,8
S3
75,4
82,4
88,9
CIP
57
58,1
66,7
NOR
60
6,9
84,4

Bakteri Proteus sp resisten terhadap 10 jenis antibiotik yang diujikan, dan terjadi peningkatan jika dibandingkan data tahun 2006, 2007 dan 2008.
Khusus antibiotik Norfloxacine terjadi peningkatan resistensi yg cukup tinggi tahun 2008.

Tabel 4. Persentase Resistensi Stafilococcus aureus

Tahun

Jan-Des
2006

Jan- Des
2007

April-Juni
2008
Jumlah sampel (+)

70

87

26
AMP
22,85
83,90
84,61
AMC
22,85
28,75
30,76
AK
25,71
26,43
19,23
CN
15,71
39,08
26,92
NET
31,42
32,18
19,23
C
8,57
31,03
46,15
TE
24,28
67,81
69,23
S3
31,42
40,22
53,84
CIP
12,85
33,33
42,30
NOR
20
41,37
46,15

Bakteri Stafilococcus aureus resisten terhadap 10 jenis antibiotik yang diujikan, dan terjadi peningkatan jika dibandingkan data tahun 2006, 2007 dan 2008.



Tabel 5. Persentase Resistensi
              Pseudomonas eruginosa

Tahun

Jan-Des
2006

Jan- Des
2007

April-Juni
2008
Jumlah sampel (+)

170

196

54
AMP
93,5
99
100
AMC
81,8
97,4
100
AK
39,4
20,4
29,6
CN
41,8
42,9
46,3
NET
41,8
35,7
46,3
C
77
96,9
98
TE
82,9
97,4
96,3
S3
71,8
73
68,5
CIP
52,9
50
38,9
NOR
47
45,9
37

Bakteri Pseudomonas eruginosa  resisten terhadap 10 jenis antibiotik yang diujikan, dan terjadi peningkatan jika dibandingkan data tahun 2006, 2007 dan 2008

 PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan selama bulan April sampai Juni 2008, didapatkan sampel pus pasien pasca operasi yang dirawat di RSUD
dr. H. Abdoel Moeloek sebanyak 87, dari sampel tersebut didapatkan isolat Escherichia coli sebanyak 38 sampel . Berdasarkan hasil perhitungan persentase resistensi Escherichia coli terhadap 10 antibiotik yang diujikan selama bulan April sampai Juni 2008, untuk antibiotik golongan penicillin, yaitu ampicillin dan amoxicillin  terjadi peningkatan resistensi cukup tinggi dibandingkan dengan tingkat resisten  pada tahun 2006 persentase keduanya adalah 81,2% dan 80,5%, Januari sampai Juni 2008 persentase resistensi Escherichia coli terhadap kedua antibiotik ini 92,1% dan 89,5%. Tingginya persentase resistensi Escherichia coli terhadap antibiotik golongan penicillin ini karena kedua antibiotik ini biasanya sering diberikan dokter terhadap pasien untuk pengobatan berbagai penyakit, karena pemakaian antibiotik yang tidak terkendali maka dapat menyebabkan timbulnya resistensi bakteri terhadap antibiotik tersebut.



Hasil isolat Klebsiella sp sebanyak 30 sampel. Berdasarkan hasil perhitungan persentase resistensi terhadap 10 antibiotik yang diujikan selama bulan April sampai Juni 2008, untuk antibiotik golongan penicillin, yaitu ampicillin dan amoxicillin  terjadi peningkatan resistensi cukup tinggi dibandingkan dengan tingkat resisten  pada tahun 2006 persentase keduanya adalah 23,6 % dan 41,8 %, Januari sampai Juni 2008
65,2% dan 32,6 %,

Hasil  isolat Proteus sp sebanyak 45 sampel. Berdasarkan data yang diperoleh dari 2006-2008 dapat diketahui terjadi peningkatan  resistensi  Proteus sp.
terhadap antibiotik Tetracycline jika dibandingkan tahun 2006 sebesar 89,2%  Januari-Juni 2008 kembali meningkat menjadi 97,8%
Resistensi antibiotik sendiri dapat timbul bila suatu antibiotik kehilangan kemampuannya untuk secara efektif mengendalikan atau membasmi pertumbuhan bakteri maka bakteri akan terus berkembangbiak meskipun telah diberikan antibiotika dalam jumlah yang cukup untuk pengobatan. Bila suatu antibiotik digunakan, bakteri yang resistensi terhadap antibiotik tersebut memiliki kesempatan yang lebih besar untuk dapat terus hidup daripada bakteri lain yang lebih rentan. Bakteri yang rentan akan dapat dibasmi atau dihambat pertumbuhannya oleh suatu antibiotik. Bakteri yang resisten dan masih bertahan hidup dapat menciptakan turunan yang resisten pula terhadap antibiotik (http://www.apua.org)
Hasil isolat Staphylococcus aureus sebanyak 26 sampel selama April – Juni 2008 Juni 2008 menunjukkan  terjadi peningkatan resistensi Staphylococcus aureus terhadap antibiotik : Ampicillin 84,61 % dan Cloramphenicol 46,15 %  jika dibandingkan tahun 2006 masing-masing hanya 22,85 % dan 15,71 %
Infeksi Staphylococcus aureus penyebab infeksi pasca operasi  di RSUD Dr. Hi. Abdul Moeloek bisa terjadi dikarenakan jumlah pasien yang banyak dalam satu ruangan, karena makin banyak penderita yang berada pada satu ruangan makin rentan terjadinya kontak sesama penderita, pengunjung Rumah Sakit yang tidak bisa dikendalikan kontak pasien dengan pengunjung dari luar bisa juga menyebabkan infeksi pada pasien pasca operasi dan petugas kesehatan yang tidak bekerja dengan aseptik terkadang tidak memakai alat pelindung diri (sarung tangan, masker).
Isolat Staphylococcus aureus menunjukkkan persentase resistensi antibiotik  tertinggi  85,71 % disebabkan karena tingginya penggunaan antibiotik Ampicillin, karena Ampicillin tidak hanya digunakan untuk mengobati satu jenis penyakit infeksi. Selain diberikan kepada pasien infeksi pasca operasi Ampicilin juga digunakan untuk infeksi kulit, infeksi saluran kemih, sinusitis, infeksi saluran napas.
    Resistensi bakteri  Staphylococcus aureus terhadap Ampicillin dapat disebabkan karena bakteri Staphylococcus aureus menghasilkan enzim beta laktamase yang dapat merusak zat aktif dalam obat dan merupakan antibiotik yang berspektrum luas. Ampicillin dan Amoxicillin merupakan antibiotik yang memiliki cincin beta laktam. Cincin ini merupakan syarat mutlak untuk membunuh bakteri. Jika enzim beta laktam membuka cincin tersebut maka menyebabkan zat aktif dalam obat menjadi tidak aktif  Pembunuhan enzim ini merupakan cara terpenting dari bakteri untuk melindungi diri terhadap efek mematikan antibiotik yang memiliki cincin beta laktamase (Jawetz, 2005).
    Hasil isolat Pseudomonas aeruginosa  sebanyak 54 sampel terhadap 10 macam antibiotik yang diujikan mulai dari April sampai Juni 2008, hal ini menunjukkan bahwa kepekaan kuman terhadap antibiotik bervariasi pada waktu yang berbeda.
untuk antibiotik golongan penicillin, yaitu ampicillin 100 % dan amoxicillin 100 % terjadi peningkatan resistensi cukup tinggi dibandingkan dengan  pada tahun 2006 persentase keduanya adalah 93,5 dan 81,8 %. Ditemukannya Pseudomonas aeruginosa pada pus pasien yang mengalami infeksi pasca operasi sebagian besar dikarenakan kurangnya sterilitas, baik pada ruang operasi, peralatan operasi maupun ruang perawatan. Udara pada ruang operasi maupun ruang perawatan dapat terkontaminasi oleh bakteri patogen yang berasal dari pakaian yang dipakai oleh petugas medis, dari luar ruangan dan dari droplet petugas pada ruang operasi maupun ruang perawatan (Suharto, 1994).

KESIMPULAN

1.Terjadi peningkatan resistensi yang berfariasi dari 5 jenis bakteri penyebab infeksi pasca operasi terhadap 10 jenis antibiotik yang diujikan.
2.Jenis antibiotik Ampicilin yang paling rendah daya bacteriocidnya karena terjadi peningkatan resistensi terhadap bakteri Escherichia coli, Klebsiella sp,Proteus sp, Staphylococcus aureus,Pseudomonas aeruginosa.
3.Antibiotik Amikacin memiliki daya bacteriocid yang rendah terhadap bakteri
Escherichia, coli Proteus sp, Pseudomonas aeruginosa.
4.Penggunaan antibiotik Ampicilin dan Amikacin secara terus menerus dan tidak terkendali menyebabkan daya bacteriocidnya rendah.

SARAN

1.Untuk para klinisi sebaiknya sebelum memberikan antibiotik pada pasien pasca operasi, dilakukan pengujian resistensi antibiotik terhadap bakteri penyebab infeksi, agar tindakan pengobatan efektif.
2.Frekuensi penggunaan antibiotik Ampicilin dan Amikacin sebaiknya dikendalikan, agar daya resisten bakteri Escherichia coli, Klebsiella sp,
Proteus sp, Staphylococcus aureus,Pseudomonas aeruginosa,dapat ditekan.

DAFTAR PUSTAKA

Arini Setiawati, 1995,  Farmakologi dan terapi edisi   
        IV penerbit Fakultas Kedokteran UI Jakarta.
Bertram G, 2004,  Farmakologi dasar dan klinik  
       Salemba Medika. Jakarta Fakultas Kedokteran
       UNAIR Surabaya.
Foye William O, 1999, Prinsip-prinsip medisinal
       UGM Press Jogjakarta.
Gupte, Satis Md, 1990, Mikrobiologi Dasar
       Bina rupa aksara Jakarta.
Indan Entjang, 2001, Mikrobiologi dan Parasitologi
       Citra Adiyta Bandung.
Jawetz, Melnick, Adelberg, 1996, Mikrobiologi
       kedokteran edisi 20 Jakarta, EGC.
Karsinah, 1994, Mikrobiologi kedokteran edisi revisi
       Penerbit buku kedokteran Jakarta.
Sumarno, 2000, Isolasi dan Identifikasi bakteri
       Klinik AAK Jogjakarta.
Shulman, Stanford T, 1994 Dasar biologi klinik
       penyakit infeksi edisi IV gajah Mada University
       press Jogjakarta.
Utama Harry Wahyudi, 2006, Infeksi nosokomial
Volk dan Wheler, 1993, Mikrobiologi dasar jilid I
      edisi ke-5 Erlangga Jakarta.


















































































Tidak ada komentar:

Posting Komentar