GAMBARAN
PENINGKATAN RESISTENSI BAKTERI ( INVITRO
) PENYEBAB INFEKSI NOSOKOMIAL PADA SAMPEL LUKA PASCA OPERASI TERHADAP BEBERAPA
ANTIBIOTIK
Siti
Aminah,S.Pd, Misbahul Huda, M.Kes
Abstrak
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang
diperoleh selama penderita mendapat perawatan di rumah sakit dan penderita
tidak berada dalam masa inkubasi suatu penyakit infeksi . Infeksi nosokomial
tidak hanya meningkatkan angka kematian, angka kesakitan, serta penderitaan,
tetapi juga meningkatkan biaya perawatan dan pengobatan yang harus ditanggung
penderita. Berkisar 5-15 % penderita yang dirawat dirumah sakit mengalami
infeksi nosokomial
( Indan Entjang,2001 )
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui peningkatan persentase
resistensi bakteri penyebab infeksi nosokomial sampel luka pasca operasi pasien
rujukan rumah sakit dari April sampai dengan Juni2008 terhadap antibiotik Amikacin, Amoxicillin, Ampicillin,
Chloramphenicol, Ciprofloxacine, Gentamicin, Netilmicin, Norfloxacine,
Sulfonamides, Tetracycline. Penelitian ini dilakukan pada bulan April
sampai dengan Juni 2008, Desain studi Desktriptif dengan pendekatan individu
laporan resistensi bakteri penyebab infeksi nosokomial di UPTD Balai
Laboratorium Kesehatan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah
terjadi peningkatan resistensi yang berfariasi dari 5 jenis bakteri penyebab
infeksi pasca operasi terhadap 10 jenis antibiotik yang diujikan. Jenis
antibiotik Ampicillin yang paling rendah daya bacteriocidnya, karena terjadi
peningkatan resisten 6,5 % - 61,76 % terhadap bakteri Escherichia coli, Proteus sp,
Pseudomonas aeruginosa. Penggunaan
antibiotik Ampicillin dan Amikacin secara terus menerus dan tidak terkendali
menyebabkan daya bacteriocidnya rendah.
Kata Kunci
Infeksi nosokomial, Resistensi, Antibiotik
Infeksi Nosokomial adalah infeksi yg diperoleh selama penderita
mendapat
perawatan
dirumah sakit.Penyakit infeksi ini tidak diderita pada waktu masuk ke
rumah sakit dan
penderita tidak berada dalam masa inkubasi suatu penyakit infeksi .
Infeksi nosokomial tidak hanya meningkatkan
angka kematian,angka kesakitan serta penderitaan,tetapi juga meningkatkan biaya
perawatan dan pengobatan yang harus ditanggung penderita .Berkisar 5-15 % penderita yang dirawat dirumah sakit
mengalami infeksi nosokomial.(Indan Entjang,2001)
Terjadinya infeksi nosokomial disebabkan oleh beberapa faktor
agenpenyakit,reservoir,lingkungan,penularan,hospes.( Suharto )
Jenis infeksi
nosokomial yang sering terjadi adalah infeksi traktus urinarius 41 % infeksi
luka pasca operasi 20 % , infeksi traktus respiratorius 16 % bakteriaemia 6 %,
infeksi kulit 6 %, dan lain-lain 11 %. Infeksi nosokomial pada pasca operasi
dapat terjadi karena mikroba berasal dari floral normal tubuhnya
,bakteriaemia,kontaminasi dari ruang operasi,atau kontaminasi ruang perawatan
pasca operasi.
(Indan Entjang,
2001 )
Tingginya resiko terkena infeksi nosokomial
pasca operasi dapat memberikan gambaran
tentang begitu pentingnya heiginitas rumah sakit.
( Brunner )
Mikroba ini menular melalui makanan, udara,obat,alat kesehatan atau kontak langsung
Melalui tangan
medis,paramedik atau personil rumah sakit yang lain. Pencegahan infeksi nosokomial
dapat dilakukan terutama melalui peran serta medis,paramedis atau personil rumah
sakit dalam bekerja secara aseptik, peningkatan kebersihan rumah sakit, kebersihan penyediaan
makanan, pembuangan sampah yang benar, pemberantasan vektor penyakit
( lalat,nyamuk
). ( Indan Entjang, 2001 )
Infeksi luka pasca operasi yang disebabkan oleh infeksi nosokomial
adalah infeksi yang diperoleh seseorang akibat kurang sterilnya peralatan operasi,
udara ruang operasi atau udara ruang perawatan pasca operasi. Pasien pasca
operasi yang sedang mengalami suatu luka akibat tindakan operasi baik besar
maupun kecil sangat rentan terjadinya infeksi melalui kontaminasi bakteri dari
peralatan operasi, ruang operasi atau ruang perawatan pasca operasi. ( Aidelfielt )
Bakteri yang sering menyebabkan infeksi
nosokomial adalah Escherichiacoli, Staphylococcus ,Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella sp,
Proteus sp.( Indan Entjang, 2001, Brunner )
Escherichia coli adalah kuman oportunis
yang banyak ditemukan didalam usus besar
manusia sebagai
flora normal. ( Karsinah)
Pasien yang mengalami operasi merupakan pasien yang
mempunyai resiko tinggi untuk mendapatkan infeksi,karena kondisi tubuh
lemah,dengan imunitas tubuh yang rendah .Infeksi pasca operasi yang disebabkan
oleh Escherichia coli sebagian besar berasal dari tangan petugas medis yang telah
terkontaminasi bakteri ,pemakaian akateter lebuh dari 72 jam,peralatan yang
diapakai untuk membersihkan luka,serta ruang perawatan yang tidak steril,atau
dari air yang digunakan untuk membersihkan tubuh pasien. ( Utama,2006 )
Proteus sp dapat menyebabkan infeksi pada manusia
ketika bakteri ini meninggalkan traktus intestinal.Proteus vulgaris dan Proteus
morganii merupakan pathogen infeksi nosokomial.Isolat Proteus sp mempunyai kepekaan yang beragam terhadap antibiotic.
( Ramlah, Beni,2006 )
Klebsiella sp merupakan salah satu bakteri penyebab
infeksi nosokomial yang paling sering ditemui pada pasien yang dirawat dirumah
sakit,biasanya penyebab infeksi nosokomial terlebih dahulu menginfeksi pasien
pasca operasi .Potensi pathogen bakteri Klebsiella sp awalnya tergantung dari
kemampuananya untuk melakukan invasi bertahan hidup dan berkembang biak dalam
jaringan tubuh pasien, menghambat pertahanan tubuh dan dapat menyebabkan
kerusakan jaringan tubuh pasien,sehingga perlu dilakukan pengobatan dengan
antibiotic.
Keadaan ini juga dapat megakibatkan bakteri Klebsiella
sp menjadi resisten terhadap antibiotic.Penyebabnya karena kemampuan organisme
untuk merusak antibiotic,sehingga dapat terjadi mutasi yang menyebabkan sel
menjadi tidak dapat dilewati oleh antibiotic.
( Sumarno,2000 )
Pseudomonas aeruginosa tersebar luas dialam dan biasanya ada
dilingkungan lembab rumah sakit.
Pseudomonas aeruginosa menjadi patogenik ketika berada pada
tempat dengan daya tahan tidak normal atau imunitas tubuh rendah.misalnya pada
infeksi luka pasca operasi dimulai dari terbentuknya lesi dan berlanjut
kebercak nekrotik yang sering tertutup eskar pada luka yang dapat menjadi
sistemik.
Jika menggunakan kateter pembulu darah atau saluran
kemih.Bakteri menempel dan menyerang selaput lendir atau kulit menyebar dan
berakibat penyakit sistemik.Proses ini dipercepat oleh pili,enzyme dan
toksin.Lipopolisakarida mempunyai peran langsung yang menyebabkan demam.
( Arini,1995 )
Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri penyebab
infeksi nosokomial.
Infeksi Staphylococcus
aureus disebabkan oleh kontaminasi langsung pada luka misalnya pada infeksi
luka pasca operasi.Ditandai dengan munculnya furunkel atau abses local
lainnya,diikuti dengan reaksi peradangan dan nyeri yang mengalami pernanahan.
( Jawetz,2005)
Sejak ditemukannya antibiotic pertama kali,
pengobatan penyakit infeksi menggunakan
antibiotic. Kemajuan teknologi saat ini dapat menyebabkan jumlah dan jenis antibiotic yang bermanfaat secara
klinis makin meningkat dari tahun ketahun,sehingga
diperlukan ketepatan yang tinggi dalam memilih antibiotik.
Pemberian
antibiotik pada suatu penyakit infeksi, perlu diperhatikan gejala klinik, jenis
dan patagonitas bakterinya, serta kesanggupan mekanisme daya tahan tubuh. Penyakit dengan gejala
klinik ringan tidak perlu segera mendapatkan antibiotik. Menunda pemberian
antibiotik
justru memberi kesempatan terangsangnya mekanisme kekebalan tubuh,tetapi
penyakit infeksi dengan gejala yang berat walaupun belum membahayakan,apabila
telah berlangsung untuk beberapa waktu lamanya dengan sendirinya memerlukan
terapi antibiotic.( Arini dkk,1995)
Ketidaktepatan pemilihan antibiotik dapat mengakibatkan
bakteri resisten terhadap antibiotik.
( Martinah )
Resistensi sel bakteri ialah suatu sifat tidak
terganggunya kehidupan bakteri oleh antibiotik.
Sifat ini dapat merupakan suatu mekanisme alamiah untuk bertahan hidup. Faktor yang menentukan sesuatu resistensi atau sentifitas
bakteri terhadap antibiotic terdapat pada elemen yang bersifat genetik. Sifat genetik dapat
menyebabkan bakteri sejak awal resisten terhadap suatu antibiotik (resistensi ilmiah),contohnya bakteri gram negatif
(Pelzar dkk,1988; Arini
dkk, 1955).
Bakteri yang semula peka terhadap antibiotik dapat berubah sifat genetiknya.Hal ini terjadi karena
bakteri memperoleh elemen ganetik yang membawa sifat resisten, keadaan ini
dikenal sebagai resistensi yang didapat (aquired resistance).Elemen resistansi
dapat diperoleh dari luar disebut resistensi yang dipindahkan (transferred
resistance, dapat pula karena mutasi genetik
spontan atau akibat rangsangan antibiotik
(induce resistance).
(Arini dkk, 1995).
Pengujian Resistensi bakteri terhadap antibiotik secara invitro di laboratorium, perlu dilakukan untuk mengurangi peluang
terjadinya resistensi bakteri sehingga pasien dapat memperoleh hasil pengobatan yang optimal. Kenyataannya pemberian jenis antibiotic yang sama dari tahun ketahun pada luka pasca operasi sering kali hanya berdasarkan infeksi dan gejala klinik kemudian dibuat
perkiraan kuman penyebab dan pola
kepekaannya .
Pengujian resistensi bakteri terhadap
antibiotik yang digunakan, mempunyai arti klinis yang penting. Bakteri awalnya sensitive (peka)terhadap antibiotic
akan mungkin menjadi resisten terhadap
antibiotik tersebut setelah selalu digunakan beberapa
tahun dalam setiap terapi.Hal ini mengakibatkan
sulitnya memperoleh antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri tersebut.
( Jawetz,2005 )
Data tahun 2006-2007 dari UPTD Balai
Laboratorium Kesehatan,
gambaran resistensi bakteri penyebab infeksi nosokomial Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa,Klebsiella
sp,Proteus sp pada luka
pasca operasi dengan menggunakan 10 jenis antibiotik.
Amikacin,amoxilin,ampicilin,Chloramphenicol,Ciprofloxacine,Gentamicin,Netilmicin,Norfloxacine,Sulfonamides,Tetracycline. Berkisar antara 20 – 70 % resisten.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis melakukan penelitian tentang Gambaran resistensi bakteri ( invitro ) penyebab infeksi
nosokomial pasca operasi di UPTD Balai Laboratorium Kesehatan Tahun 2008.
ingin ingin mengetahui apakah terjadi
peningkatan resistensi bakteri penyebab infeksi nosokomial (Stafilococcus aureus, Klebsiella
sp, Proteus sp, Pseudomonas aeruginosa, E.coli ) dari sample luka pasca operasi pasien rujukan rumah sakit
dari Januari 2006 sampai dengan Juni 2008 terhadap antibiotic Amikacin, amoxilin, ampicilin,
Chloramphenicol,Ciprofloxacine,Gentamicin,Netilmicin,Norfloxacine,Sulfonamide,Tetracycline
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
penting bagi para klinisi dalam melakukan tindakan pengobatan dalam hal pemberian
antibiotik terhadap pasien pasca operasi yang mengalami infeksi nosokomial.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dengan desain studi Deskriptif dengan pendekatan individu dan laporan Kasus. Dengan melakukan
Indentifikasi bakteri dan pengujian resistensi
terhadap sampel luka pasca operasi selama bulan Mei sampai dengan Juni
2008.Melakukan analisa data dari dokumen hasil pemeriksaan pengujian resistensi
bakteri dari UPTD Balai Laboratorium Kesehatan Prov.Lampung dari Januari 2006
sampai dengan April 2008.
Jumlah
sampel 335 terdiri dari 248 sampel dari
data Januari 2006 s/d April 2008, dan 87 sampel berasal dari pasien rujukan
RSUAM kota Bandar Lampung bulan Mei sampai dengan Juni 2008.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
pasien rujukan rumah sakit Kota Bandar Lampung.
Sampel diperoleh dengan cara mengambil bahan
pemeriksaan langsung pada pasien luka pasca operasi di rumah sakit kota Bandar
Lampung dan bahan pemeriksaan dari rujukan rumah sakit yang diperiksa di UPTD Balai Laboratorium Kesehatan
Prop.Lampung.
Melakukan pemeriksaan identifikasi bakteri
penyebab infeksi nosokomial terhadap sampel
1.Identifikasi Sampel
a. Sampel
ditanam pada media Blood agar plate dan Nutrient agar plate untuk
Staphylococcus aureus Blood agar plate,Endo agar plate, Mac concey agar
plate, Triple sugar iron agar, Simmons citrate agar,
Sulfur Indol motility agar,
urea agar untuk Escherichia
coli, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella sp,
Proteus sp.Kemudian diinkubasi pada suhu 370C
selama 24 jam.
b.
Pengamatan koloni yang tumbuh pada media perbenihan,dari koloni tersangka dilakukan pengecatan Gram dan disub kultur
di Nutrient agar miring.Inkubasi suhu 370C selama 24 jam.
c. Dari
subkultur diinokulasi pada media perbenihan karbohidrat dan biokimia. Dan diinkubasi suhu 370C selama 24 jam.
d. Dilakukan pemeriksaan biokimia
Test D-Nase, katalase,koagulase, Novobiosin untuk Staphylococcus
aureus
Methyl red, Voges prouscower, Simmons citrate, Urea
untuk Escherichia
coli, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella
sp, Proteus sp ( Protap BLK, 1998 )
2. Uji
Resistensi
a. Diambil
satu ujung ose koloni bakteri isolate,dari Nutrient agar miring,
diinokulasi kedalam nutrient broth diinkubasi suhu 370C
selama 24 jam.
b. Dibuat suspensi bakteri kemudian ditambahkan
dengan larutan saline,kemudian kekeruhannya
disamakan dengan standard kekeruhan Mac Farland 1.
c. Dimasukkan lidi kapas steril kedalam tabung
suspensi bakteri tadi,biarkan suspensi meresap kedalam lidi kapas,kemudian lidi
diperas dengan cara menekankan pada dinding tabung bagian dalam sambil
diputar-putar.
d. Kemudian
dipulaskan pada seluruh permukaan media Mueller Hinton agar plate hingga tertutup pulasan.
e. Dibiarkan
selama 15 menit,agar suspensi bakteri kedalam media.
f. Kemudian
ditempelkan Disk antibiotic dengan menggunakan pinset steril satu- persatu dengan jarak antar disk 20 mm,
diinkubasi suhu 370C selama 24 jam.
g. Diukur
diameter dalam mm zona hambat disekitar disk
dengan menggunakan zone raeder.
h. Kemudian di
bandingkan dengan standard NCCLS ( Nasional Comite for
Laboratory Standard ) untuk dapat menentukan potensi antibiotic terhadap bakteri.(
Sumarno, 2000 )
1. Data Sekunder : diperoleh dengan
cara mencatat dokumen hasil pemeriksaan
pengujian resistensi bakteri Escherichia
coli,Staphylococcus
aureus, Pseudomonas aeruginosa,
Klebsiella
sp,Proteus
sp terhadap
antibiotikAmikacin,Amoxilin, Ampicilin, Chloramphenicol ,Ciprofloxacine, Gentamicin
Netilmicin,Norfloxacine,Sulfonamides,Tetracycline Dari UPTD Balai Laboratorium Kesehatan Prov.Lampung, dari
Januari 2006- April
2007
Data diolah dengan menghitung persentase
masing-masing bakteri Escherichia coli,
Pseudomonas
aeruginosa, Klebsiella sp, Proteus sp Staphylococcus
aureus yang Resisten terhadap disk
antibiotic Amikacin, amoxilin, ampicilin Chloramphenicol, Ciprofloxacine, Gentamicin,
Netilmicin, Norfloxacine, Sulfonamides,Tetracycline.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil pengumpulan data tentang gambaran
resistensi bakteri infeksi nosokomial penyebab infeksi pasca operasi terhadap
10 macam antibiotik yang diperiksa di UPTD Balai Laboratorium Kesehatan
Provinsi Lampung, diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 1.
Persentase Resistensi E.coli
Tahun
|
|||
Jan-Des
2006
|
Jan-
Des
2007
|
April-Juni
2008
|
|
Jumlah
sampel (+)
|
133
|
121
|
38
|
AMP
|
81,2
|
86,8
|
92,1
|
AMC
|
80,5
|
87,6
|
89,5
|
AK
|
12,5
|
17,3
|
18,4
|
CN
|
57,1
|
46,3
|
57,9
|
NET
|
45,9
|
47,1
|
47,4
|
C
|
59,4
|
61,2
|
65,8
|
TE
|
74,4
|
75,2
|
76,3
|
S3
|
73,7
|
74,4
|
79
|
CIP
|
54,9
|
57,8
|
68,4
|
NOR
|
60,2
|
62,8
|
71
|
Bakteri E.coli resisten terhadap 10 jenis
antibiotik yang diujikan, dan terjadi peningkatan jika dibandingkan data tahun
2006, 2007 dan 2008.
Tabel 2.
Persentase Resistensi Klebsiella sp
Tahun
|
|||
Jan-Des
2006
|
Jan-
Des
2007
|
April-Juni
2008
|
|
Jumlah
sampel (+)
|
110
|
92
|
46
|
AMP
|
23,6
|
95,6
|
65,2
|
AMC
|
41,8
|
53,2
|
32,6
|
AK
|
10
|
13,0
|
6,5
|
CN
|
23,6
|
52,1
|
23,9
|
NET
|
34,5
|
40,2
|
10,8
|
C
|
26,3
|
52,1
|
34,7
|
TE
|
32,7
|
59,78
|
32,6
|
S3
|
37,2
|
34,7
|
41,3
|
CIP
|
20
|
41,3
|
30,43
|
NOR
|
36,3
|
45,6
|
30,4
|
Bakteri
Klebsiella sp resisten terhadap 10 jenis antibiotik yang diujikan, terjadi
peningkatan pada Januarri – Desember 2007, jika dibandingkan dengan tahun
Januari –desember 2006. Tetapi terjadi penurunan jika dibandingkan dengan
April- Juni 2008.
Tabel 3.
Persentase Resistensi Proteus sp
Tahun
|
|||
Jan-Des
2006
|
Jan-
Des
2007
|
April-Juni
2008
|
|
Jumlah
sampel (+)
|
65
|
74
|
45
|
AMP
|
80
|
87,8
|
88,9
|
AMC
|
64,6
|
67,6
|
68,9
|
AK
|
10,8
|
10,8
|
24,4
|
CN
|
47,7
|
56,8
|
66,7
|
NET
|
35,4
|
37,8
|
40
|
C
|
69,2
|
81
|
82,2
|
TE
|
89,2
|
96
|
97,8
|
S3
|
75,4
|
82,4
|
88,9
|
CIP
|
57
|
58,1
|
66,7
|
NOR
|
60
|
6,9
|
84,4
|
Bakteri Proteus sp resisten terhadap 10 jenis
antibiotik yang diujikan, dan terjadi peningkatan jika dibandingkan data tahun
2006, 2007 dan 2008.
Khusus
antibiotik Norfloxacine terjadi
peningkatan resistensi yg cukup tinggi tahun 2008.
Tabel 4.
Persentase Resistensi Stafilococcus
aureus
Tahun
|
|||
Jan-Des
2006
|
Jan-
Des
2007
|
April-Juni
2008
|
|
Jumlah
sampel (+)
|
70
|
87
|
26
|
AMP
|
22,85
|
83,90
|
84,61
|
AMC
|
22,85
|
28,75
|
30,76
|
AK
|
25,71
|
26,43
|
19,23
|
CN
|
15,71
|
39,08
|
26,92
|
NET
|
31,42
|
32,18
|
19,23
|
C
|
8,57
|
31,03
|
46,15
|
TE
|
24,28
|
67,81
|
69,23
|
S3
|
31,42
|
40,22
|
53,84
|
CIP
|
12,85
|
33,33
|
42,30
|
NOR
|
20
|
41,37
|
46,15
|
Bakteri Stafilococcus aureus resisten terhadap
10 jenis antibiotik yang diujikan, dan terjadi peningkatan jika dibandingkan
data tahun 2006, 2007 dan 2008.
Tabel 5.
Persentase Resistensi
Pseudomonas eruginosa
Tahun
|
|||
Jan-Des
2006
|
Jan-
Des
2007
|
April-Juni
2008
|
|
Jumlah
sampel (+)
|
170
|
196
|
54
|
AMP
|
93,5
|
99
|
100
|
AMC
|
81,8
|
97,4
|
100
|
AK
|
39,4
|
20,4
|
29,6
|
CN
|
41,8
|
42,9
|
46,3
|
NET
|
41,8
|
35,7
|
46,3
|
C
|
77
|
96,9
|
98
|
TE
|
82,9
|
97,4
|
96,3
|
S3
|
71,8
|
73
|
68,5
|
CIP
|
52,9
|
50
|
38,9
|
NOR
|
47
|
45,9
|
37
|
Bakteri Pseudomonas eruginosa resisten terhadap 10 jenis antibiotik yang
diujikan, dan terjadi peningkatan jika dibandingkan data tahun 2006, 2007 dan
2008
PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan selama bulan
April sampai Juni 2008, didapatkan sampel pus pasien pasca operasi yang dirawat
di RSUD
dr. H. Abdoel Moeloek sebanyak 87, dari sampel tersebut
didapatkan isolat Escherichia coli sebanyak 38 sampel . Berdasarkan
hasil perhitungan persentase resistensi Escherichia coli terhadap 10
antibiotik yang diujikan selama bulan April sampai Juni 2008, untuk antibiotik
golongan penicillin, yaitu ampicillin
dan amoxicillin terjadi peningkatan resistensi cukup tinggi
dibandingkan dengan tingkat resisten pada tahun 2006 persentase keduanya adalah
81,2% dan 80,5%, Januari sampai Juni 2008 persentase resistensi Escherichia
coli terhadap kedua antibiotik ini 92,1% dan 89,5%. Tingginya persentase
resistensi Escherichia coli terhadap antibiotik golongan penicillin ini
karena kedua antibiotik ini biasanya sering diberikan dokter terhadap pasien
untuk pengobatan berbagai penyakit, karena pemakaian antibiotik yang tidak
terkendali maka dapat menyebabkan timbulnya resistensi bakteri terhadap
antibiotik tersebut.
Hasil
isolat Klebsiella sp sebanyak 30 sampel. Berdasarkan hasil perhitungan
persentase resistensi terhadap 10 antibiotik yang diujikan selama bulan April
sampai Juni 2008, untuk antibiotik golongan penicillin, yaitu ampicillin dan amoxicillin terjadi
peningkatan resistensi cukup tinggi dibandingkan dengan tingkat resisten pada tahun 2006 persentase keduanya adalah
23,6 % dan 41,8 %, Januari sampai Juni 2008
65,2% dan 32,6 %,
Hasil isolat Proteus sp sebanyak 45 sampel. Berdasarkan data yang diperoleh
dari 2006-2008 dapat diketahui terjadi peningkatan resistensi Proteus sp.
terhadap
antibiotik Tetracycline jika dibandingkan tahun 2006 sebesar 89,2% Januari-Juni 2008 kembali meningkat menjadi
97,8%
Resistensi
antibiotik sendiri dapat timbul bila suatu antibiotik kehilangan kemampuannya
untuk secara efektif mengendalikan atau membasmi pertumbuhan bakteri maka
bakteri akan terus berkembangbiak meskipun telah diberikan antibiotika dalam
jumlah yang cukup untuk pengobatan. Bila suatu antibiotik digunakan, bakteri
yang resistensi terhadap antibiotik tersebut memiliki kesempatan yang lebih
besar untuk dapat terus hidup daripada bakteri lain yang lebih rentan. Bakteri
yang rentan akan dapat dibasmi atau dihambat pertumbuhannya oleh suatu
antibiotik. Bakteri yang resisten dan masih bertahan hidup dapat menciptakan
turunan yang resisten pula terhadap antibiotik (http://www.apua.org)
Hasil isolat Staphylococcus
aureus sebanyak 26 sampel selama April – Juni 2008 Juni 2008 menunjukkan
terjadi peningkatan resistensi Staphylococcus
aureus terhadap antibiotik : Ampicillin 84,61 % dan Cloramphenicol 46,15 % jika dibandingkan tahun 2006 masing-masing
hanya 22,85 % dan 15,71 %
Infeksi Staphylococcus
aureus penyebab infeksi pasca operasi
di RSUD Dr. Hi. Abdul Moeloek bisa
terjadi dikarenakan jumlah pasien yang banyak dalam satu ruangan, karena makin
banyak penderita yang berada pada satu ruangan makin rentan terjadinya kontak
sesama penderita, pengunjung Rumah Sakit yang tidak bisa dikendalikan kontak
pasien dengan pengunjung dari luar bisa juga menyebabkan infeksi pada pasien
pasca operasi dan petugas kesehatan yang tidak bekerja dengan aseptik terkadang
tidak memakai alat pelindung diri (sarung tangan, masker).
Isolat Staphylococcus
aureus menunjukkkan persentase resistensi antibiotik tertinggi
85,71 % disebabkan karena tingginya penggunaan antibiotik Ampicillin,
karena Ampicillin tidak hanya digunakan untuk mengobati satu jenis penyakit
infeksi. Selain diberikan kepada pasien infeksi pasca operasi Ampicilin juga
digunakan untuk infeksi kulit, infeksi saluran kemih, sinusitis, infeksi
saluran napas.
Resistensi
bakteri Staphylococcus aureus terhadap Ampicillin dapat disebabkan karena
bakteri Staphylococcus aureus
menghasilkan enzim beta laktamase yang dapat merusak zat aktif dalam obat dan
merupakan antibiotik yang berspektrum luas. Ampicillin dan Amoxicillin
merupakan antibiotik yang memiliki cincin beta laktam. Cincin ini merupakan
syarat mutlak untuk membunuh bakteri. Jika enzim beta laktam membuka cincin
tersebut maka menyebabkan zat aktif dalam obat menjadi tidak aktif Pembunuhan enzim ini merupakan cara terpenting
dari bakteri untuk melindungi diri terhadap efek mematikan antibiotik yang
memiliki cincin beta laktamase (Jawetz, 2005).
Hasil isolat Pseudomonas aeruginosa sebanyak 54 sampel terhadap 10 macam
antibiotik yang diujikan mulai dari April sampai Juni 2008, hal ini menunjukkan
bahwa kepekaan kuman terhadap antibiotik bervariasi pada waktu yang berbeda.
untuk antibiotik golongan penicillin, yaitu ampicillin 100 % dan amoxicillin 100 % terjadi peningkatan
resistensi cukup tinggi dibandingkan dengan
pada tahun 2006 persentase keduanya adalah 93,5 dan 81,8 %. Ditemukannya
Pseudomonas aeruginosa pada pus pasien yang mengalami infeksi pasca
operasi sebagian besar dikarenakan kurangnya sterilitas, baik pada ruang
operasi, peralatan operasi maupun ruang perawatan. Udara pada ruang operasi
maupun ruang perawatan dapat terkontaminasi oleh bakteri patogen yang berasal
dari pakaian yang dipakai oleh petugas medis, dari luar ruangan dan dari
droplet petugas pada ruang operasi maupun ruang perawatan (Suharto, 1994).
KESIMPULAN
1.Terjadi
peningkatan resistensi yang berfariasi dari 5 jenis bakteri penyebab infeksi
pasca operasi terhadap 10 jenis antibiotik yang diujikan.
2.Jenis
antibiotik Ampicilin yang paling
rendah daya bacteriocidnya karena terjadi peningkatan resistensi terhadap
bakteri Escherichia coli,
Klebsiella sp,Proteus sp, Staphylococcus
aureus,Pseudomonas aeruginosa.
3.Antibiotik
Amikacin memiliki daya bacteriocid
yang rendah terhadap bakteri
Escherichia,
coli
Proteus sp,
Pseudomonas aeruginosa.
4.Penggunaan
antibiotik Ampicilin dan Amikacin secara terus menerus dan tidak
terkendali menyebabkan daya bacteriocidnya rendah.
SARAN
1.Untuk
para klinisi sebaiknya sebelum memberikan antibiotik pada pasien pasca operasi,
dilakukan pengujian resistensi antibiotik terhadap bakteri penyebab infeksi,
agar tindakan pengobatan efektif.
2.Frekuensi
penggunaan antibiotik Ampicilin dan Amikacin sebaiknya dikendalikan, agar daya
resisten bakteri Escherichia coli,
Klebsiella sp,
Proteus sp, Staphylococcus aureus,Pseudomonas aeruginosa,dapat ditekan.
DAFTAR PUSTAKA
Arini
Setiawati, 1995, Farmakologi dan terapi
edisi
IV penerbit Fakultas Kedokteran UI
Jakarta.
Bertram
G, 2004, Farmakologi dasar dan
klinik
Salemba Medika. Jakarta Fakultas
Kedokteran
UNAIR Surabaya.
Foye
William O, 1999, Prinsip-prinsip medisinal
UGM Press Jogjakarta.
Gupte,
Satis Md, 1990, Mikrobiologi Dasar
Bina rupa aksara Jakarta.
Indan
Entjang, 2001, Mikrobiologi dan Parasitologi
Citra Adiyta Bandung.
Jawetz,
Melnick, Adelberg, 1996, Mikrobiologi
kedokteran edisi 20 Jakarta, EGC.
Karsinah,
1994, Mikrobiologi kedokteran edisi revisi
Penerbit buku kedokteran Jakarta.
Sumarno,
2000, Isolasi dan Identifikasi bakteri
Klinik AAK Jogjakarta.
Shulman,
Stanford T, 1994 Dasar biologi klinik
penyakit infeksi edisi IV gajah Mada
University
press Jogjakarta.
Utama
Harry Wahyudi, 2006, Infeksi nosokomial
Volk dan
Wheler, 1993, Mikrobiologi dasar jilid I
edisi ke-5 Erlangga Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar