CHLAMYDIA TRACHOMATIS
Pendahuluan:
Chlamydia tergolong salah satu penyakit menular seksual (sexual
transmitted diseases), seperti kencing nanah, sifilis, dan tentu HIV/AIDS.
Bedanya dengan HIV, chlamydia masih bisa disembuhkan. Manusia adalah inang
alami untuk C trachomatis.
Infeksi Chlamydia trachomatis pada banyak negara merupakan
penyebab utama infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual. Laporan WHO
tahun 1995 menunjukkan bahwa infeksi oleh C. trachomatis diperkirakan 89
juta orang. Di Indonesia sendiri sampai saat ini belum ada angka yang pasti
mengenai infeksi C. trachomatis
Infeksi C. trachomatis sampai saat ini masih merupakan
problematik karena keluhan ringan, kesukaran fasilitas diagnostik, mudah
menjadi kronis dan residif, dan mungkin menyebabkan komplikasi yang serius
seperti infertilitas dan kehamilan ektopik.
Selain menular pada kelamin, chlamydia tak jarang pula bisa
ditularkan lewat liang dubur jika melakukan sodomi. Dapat pula melalui rongga
mulut jika melakukan oral seks dengan pasangan seks yang positif chlamydia.
Namun, bukan penyakitnya benar yang dirisaukan, melainkan komplikasi yang
mungkin ditimbulkannya. Salah satu komplikasi yang mungkin timbul di kalangan
orang modern menambah besar angka kemandulan pada pihak istri.
1.
ASPEK BIOLOGI
a. Morfologi
Chlamydia merupakan bakteri obligat intraselular, hanya dapat
berkembang biak di dalam sel eukariot hidup dengan membentuk semacam koloni
atau mikrokoloni yang disebut Badan Inklusi (BI). Chlamydia membelah secara benary
fision dalam badan intrasitoplasma.
C. trachomatis berbeda dari kebanyakkan
bakteri karena berkembang mengikuti suatu siklus pertumbuhan yang unik dalam
dua bentuk yang berbeda, yaitu berupa Badan Inisial. Badan Elementer (BE) dan
Badan Retikulat (BR) atau Badan Inisial. Badan elementer ukurannya lebih kecil
(300 nm) terletak ekstraselular dan merupakan bentuk yang infeksius, sedangkan
badan retikulat lebih besar (1 um), terletak intraselular dan tidak infeksius.
Morfologi inklusinya adalah bulat dan terdapat glikogen di
dalamnya. C. trachomatis peka terhadap sulfonamida, memiliki plasmid,
dan jumlah serovarnya adalah 15.
b. Klasifikasi
Klasifikasi Ilmiah dari Chlamydia trachomatis adalah
sebagai berikut:
Ordo : Chlamydiales
Famili : Chlamydiaceae
Genus : Chlamydia
Spesies : Chlamydia trachomatis
c. Siklus Hidup
Secara singkat, perkembangan C.trachomatis adalah sebagai
berikut:
2. PENYAKI T YANG DITIMBULKAN
• Penyebab penyakit
Chlamydia trachomatis, imunotipe D sampai dengan
K, ditemukan pada 35 – 50 % dari kasus uretritis non gonokokus di AS.
• Jenis Penyakit, Penyebaran dan Penularan
Infeksi pada Pria
- Uretritis
Infeksi di uretra merupakan manifestasi primer infeksi chlamydia.
Masa inkubasi untuk uretritis yang disebabkan oleh C. trachomatis bervariasi
dari sekitar 1 – 3 minggu. Pasien dengan chlamydia, uretritis mengeluh adanya
duh tubuh yang jernih dan nyeri pada waktu buang air kecil (dysuria). Infeksi
uretra oleh karena chlamydia ini dapat juga terjadi asimtomatik. Diagnosis
uretritis pada pria dapat ditegakkan dengan pemeriksaan pewarnaan Gram atau
biru methylene dari sedian apus uretra. Bila jumlah lekosit PMN melebihi 5 pada
pembesaran 1000 x merupakan indikasi uretritis. Perlu diketahui bahwa sampai
25% pria yang menderita gonore, diserta infeksi chlamydia. Bila uretritis
karena chlamydia tidak diobati sempurna, infeksi dapat menjalar ke uretra
posterio dan menyebabkan epididimitis dan mungkin prostatitis.
- Proktitis
C. trachomatis dapat menyebabkan proktitis
terutama pada pria homoseks. Keluhan penderita ringan dimana dapat ditemukan
cairan mukus dari rektum dan tanda-tanda iritasi, berupa nyeri pada rektum dan
perdarahan.
- Epididimitis
Sering kali disebabkan oleh C. trachomatis, yang dapat
diisolasi dari uretra atau dari aspirasi epididimis. Dari hasil penelitian
terakhir mengatakan bahwa C. trachomatis
merupakan penyebab utama epididimitis pada pria kurang dari 35
tahun (sekitar 70 -90%).
Secara klinis, chlamydial epididimitis dijumpai berupa nyeri dan
pembengkakan
scrotum yang unilateral dan biasanya berhubungan dengan chlamydial
uretritis, walaupun uretritisnya asimptomatik.
- Prostatitis
Setengah dari pria dengan prostatitis, sebelumnya dimulai dengan
gonore atau uretritis non gonore. Infeksi C. trachomatis pada prostat
dan epididimis pada umumnya merupakan penyebab infertilitas pada pria.
- Sindroma Reiter
Suatu sindroma yang terdiri dari tiga gejala yaitu: artritis,
uretritis dan konjungtivitis, yang dikaitkan dengan infeksi genital oleh C.
trachomatis. Hal ini disokong dengan ditemukannya “Badan Elementer” dari C.
trachomatis pada sendi penderita dengan menggunakan teknik Direct
Immunofluerescence.
Infeksi pada Wanita
Sekitar setengah dari wanita dengan infeksi C. trachomatis di
daerah genital ditandai dengan nyeri
pada waktu buang air kecil, sedangkan yang lainnya tidak ada keluhan yang
jelas. Pada penyelidikan pada wanita usia reproduktif yang datang ke klinik
dengan gejala-gejala infeksi traktus urinarius 10 % ditemukan carier C.
trachomatis.
Faktor resiko infeksi C. trachomatis pada wanita adalah :
- Usia muda, kurang dari 25 tahun
- Mitra seksual dengan uretritis
- Multi mitra seksual
- Swab endoserviks yang menimbulkan perdarahan
- Adanya sekret endoserviks yang mukopurulen
- Memakai kontrasepsi “non barier” atau tanpa kontrasepsi.
- Servisitis
Chlamydia trachomatis menyerang epitel silindris
mukosa serviks. Tidak ada gejala-gejala yang khas membedakan servisitis karena C.
trachomatis dan servisitis karena organisme lain. Pada pemeriksaan dijumpai
duh tubuh yang mukopurulen dan serviks yang ektopi.
Pada penelitian yang menghubungkan servisitis dengan ektopi
serviks, prevalerisi servisitis yang disebabkan C. trachomatis lebih
banyak ditemukan pada penderita yang menunjukkan ektopi serviks dibandingkan
yang tidak ektopi. Penggunaan kontrasepsi oral dapat menambah resiko infeksi Chlamydia
trachomatis pada serviks, oleh karena kontrasepsi oral dapat menyebabkan
ektopi serviks.
- Endometritis
Servisitis oleh karena infeksi C. trachomatis dapat meluas
ke endometrium sehingga terjadi endometritis. Tanda dari endometritis antara
lain menorrhagia dan nyeri panggul yang ringan. Pada pemeriksaan laboratorium,
chlamydia dapat ditemukan pada aspirat endometrium.
- Salfingitis (PID)
Salfingitis terjadi oleh karena penjalaran infeksi secara ascenden
sehingga infeksi sampai ke tuba dan menyebabkan kerusakan pada tuba (terjadi
tuba scarring). Hal ini dapat menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik.
Wanita dengan PID, lebih separuh disebabkan oleh chlamydia, umumnya mengeluh
rasa tidak enak terus di perut bawah. Itu .lantaran infeksi menyebar ke rahim,
saluran telur, indung telur, bahkan sampai ke leher rahim juga.
- Perihepatitis (Fitz - Hugh - Curtis Syndrome)
Infeksi C. trachomatis dapat meluas dari serviks melalui
endometrium ke tuba dan kemudian parakolikal menuju ke diafragma kanan.
Beberapa dari penyebaran ini menyerang permukaan anterior liver dan peritoneum
yang berdekan sehingga menimbulkan perihepatitis. Parenchym hati tidak diserang
sehingga tes fungsi hati biasanya normal.
Bila tidak diobati, kendati tidak menimbulkan keluhan berarti,
penyakit bisa menjalar ke mana-mana bagian organ reproduksi baik pria maupun
wanita.. Pengidap chlamydia juga lebih rentan untuk terserang HIV/AIDS
dibanding yang tidak mengidapnya. Diperkirakan yang positif chlamydia 3 sampai
5 kali lebih berisiko terserang HIV/AIDS.
Selain itu chlamydia juga lebih gampang berjangkit pada mereka
yang sudah memiliki penyakit menular seksual lain sebelumnya, dan berisiko
tinggi pula pada mereka yang pasangan seksnya sudah positif mengidap salah satu
penyakit STD.
Bayi baru lahir berisiko tertular chlamydia pada matanya jika
tidak dicegah dengan salep mata begitu dilahirkan. Kuman chlamydia bisa juga
menyerang selaput lendir bolamata yang dikenal sebagai penyakit trachoma. Bila
dibiarkan tanpa pengobatan, trachoma bisa berakhir dengan kebutaan. Pada bayi,
kuman chlamydia bisa menyerang paru-paru dan menimbulkan radang paru-paru
(pneumonia).
• Gejala
Gejala mula timbul dalam waktu 3-12 hari atau lebih setelah
terinfeksi. Pada penis atau vagina muncul lepuhan kecil berisi cairan yang
tidak disertai nyeri. Lepuhan ini berubah menjadi ulkus (luka terbuka) yang
segera membaik sehingga seringkali tidak diperhatikan oleh penderitanya.
Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar getah bening pada salah satu atau
kedua selangkangan.
Kulit diatasnya tampak merah dan teraba hangat, dan jika tidak
diobati akan terbentuk lubang (sinus) di kulit yang terletak diatas kelenjar getah
bening tersebut.
Dari lubang ini akan keluar nanah atau cairan kemerahan, lalu akan
membaik; tetapi biasanya meninggalkan jaringan parut atau kambuh kembali.
Gejala lainnya adalah demam, tidak enak badan, sakit kepala, nyeri sendi, nafsu
makan berkurang, muntah, sakit punggung dan infeksi rektum yang menyebabkan
keluarnya nanah bercampur darah. Akibat penyakit yang berulang dan berlangsung
lama, maka pembuluh getah bening bisa mengalami penyumbatan, sehingga terjadi
pembengkakan jaringan. Infeksi rektum bisa menyebabkan pembentukan jaringan
parut yang selanjutnya mengakibatkan penyempitan rektum.
3. PENCEGAHAN
Cara yang paling baik untuk
mencegah penularan penyakit ini adalah abstinensia (tidak melakukan hubungan
seksual dengan mitra seksual yang diketahui menderita penyakit ini). Untuk
mengurangi resiko tertular oleh penyakit ini, sebaiknya menjalani perilaku seksual
yang aman (tidak berganti-ganti pasangan seksual atau menggunakan kondom).
4. PENGOBATAN
Penting untuk dijelaskan
pada pasien dengan infeksi genital oleh C. trachomatis, mengenai resiko
penularan kepada pasangan seksualnya, Contact tracing (pemeriksaan dan
pengobatan partner seksual) diperlukan untuk keberhasilan pengobatan.
Untuk pengobatan dapat diberikan:
- Tetrasiklin
Tetrasiklin adalah antibodi pilihan yang sudah digunakan sejak
lama untuk infeksi genitalia yang disebabkan oleh C.trachomatis. Dapat
diberikan dengan dosis 4 x 500 mg/h selama 7 hari atau 4 x 250 mg/hari selama
14 hari. Analog dari tetrasiklin seperti doksisiklin dapat diberikan dengan
dosis 2 x l00 mg/h selama 7 hari. Obat ini yang paling banyak dianjurkan dan
merupakan drug of choice karena cara pemakaiannya yang lebih mudah dan dosisnya
lebih kecil.
- Azithromisin
Azithromisin merupakan suatu terobosan baru dalam pengobatan masa
sekarang. Diberikan dengan dosis tunggal l gram sekali minum.
Regimen alternatif dapat diberikan:
-Erythromycin 4 x 500 mg/hari selama 7 hari atau 4 x 250 mg/hari
selama l4 hari.
-Ofloxacin 2 x 300 mg/hari selama 7 hari.
Regimen untuk wanita hamil:
-Erythromycin base 4 x 500 mg/hari selama 7 hari.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2004, Klamidia,
http://www.pppl.depkes.go.id,
diakses tanggal 11 Mei 2008.
Anonim, 2006, Limfogranuloma
Venereum, http://www.indonesiaindonesia.com,
diakses tanggal 11 Mei 2008.
Geo.F. Brooks,dkk,
1996, Mikrobiologi Kedokteran edisi 20, EGC Penerbit Buku Kedokteran,
Jakarta.
Harris JRW, Foster SM., 1991, Genital Chlamydial Infection;
Clinical Aspects, Diagnosis, Treatment and Prevention. In: Sexually Transmitted
Diseases and AIDS, 219, Churcill Livingstone, New York.
Hutapea NO, Tarigan J., 1992, Infeksi Chlamydia di antara Mitra
Seksual: Kumpulan
Makalah Ilmiah Konas VII
PERDOSKI, 171, Bukit Tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar